PenaKu.ID – Terdapat dua pasangan yang akan merebutkan kursi Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bogor Jawa Barat dalam 5 tahun ke depan pada pemilihan kepala Daerah (pilkada) tahun 2024.
Pasangan calon nomor urut 1 adalah Rudy Susmanto-Jaro Ade dan pasangan calon nomor urut 2 dipegang oleh Bayu Syahjoha-Musyafur Rahman.
Diketahui, pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bogor Rudy Susmanto-Jaro Ade diusung oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus yang terdiri dari 17 partai politik. Delapan partai parlemen, yakni Gerindra, Golkar, PPP, PAN, Demokrat, PKS, PKB dan NasDem.
Lalu kemudian sembilan partai non-parlemen yaitu Hanura, Perindo, PSI, Gelora, Buruh, Ummat, PBB, Garuda, dan PKN.
Selanjutnya untuk pasangan calon lawannya, Bayu Syahjohan-Musyafaur Rahman hanya diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP.
Lembaga Studi Kabupaten Bogor Buka-bukaan
Ketua Lembaga Studi Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi, turut mengungkapkan argumen terhadap dua pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bogor pada kontestan pilkada 2024. Menurut Yusfitriadi, ia melihat pada tiga (3) perspektif.
“Prespektif pertama pada faktor kemenangan di pilkada. Nah, hampir semua di pilkada termasuk Kabupaten Bogor, faktor kemenangan itu lebih kepada faktor figur, tidak ditentukan oleh faktor partai politik,” ucap Yusfitriadi kepada PenaKu.ID, Senin (25/11/24).
Sehingga, walaupun calon tersebut didukung oleh banyak partai tentunya belum dipastikan menang, dan jika pun mendapatkan kemenangan, mungkin bukan karena partai tetapi lebih ke urusan figur calon tersebut. Kemudian ketika paslon didukung oleh partai koalisi kecil belum tentu juga tidak menang.
“Yang penting sosok yang ditawarkan cukup kuat mendapatkan simpati masyarakat dan mengakarkan gitu. Nah itu esensi faktor kemenangan di pilkada,” katanya.
Yusfitriadi mengatakan, dapat juga melihat perspektif figur di Kabupaten Bogor. Menurutnya, jika di Kabupaten Bogor jika tidak ke luar putusan MK (Mahkamah Konstitusi) tentang ambang batas parliamentary threshold untuk persyaratan pilkada, sudah hampir bisa dipastikan calon tunggal dan hanya satu (1) pasangan calon.
“Karena PDI-P tidak memenuhi parliamentary threshold sebelum putusan MK ke luar. Tapi ketika putusan MK ke luar, akhirnya kemudian PDI-P bisa mencalonkan sendiri,” tukasnya.
Sehingga posisi 17 partai politik koalisi lawan 1 partai politik yaitu PDI-P. Sehingga PDI-P terkesan asal calon saja, karena tidak merupakan figur kuat dalam konteks Kabupaten Bogor.
“Nah, dalam konteks 17 partai politik, saya pikir dalam konteks partai politiknya tidak begitu berpengaruh. Yang amat sangat berpengaruh adalah pasangan calonnya, figur pasangan calonnya, Rudy Susmanto dan Jaro Ade,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dapat digambarkan dari berbagai macam hasil survei dari branding personal sampai pada survei setelah berpasangan calon.
“Terutama Ade Ruhandi atau Jaro Ade itu terakhir pada branding personal sampai mendapatkan elektabilitasnya 50 sekian persen. Nah, Rudy Susmanto juga sama 19 persen, artinya ketika digabungkan, ya sudah pasti menang, kan gitu kira-kira. Nah, sehingga dalam konteks itu kan partai politik tidak berpengaruh kan,” paparnya.
Menurut dia, karena memang figur Jaro Ade dan Rudy Susmanto teramat sangat kuat di tengah-tengah masyarakat.
“Jaro Ade, ya sudah 5 tahun mempersiapkan untuk kontestasi. Sementara Rudy Susmanto, selain dia ketua DPRD, dia juga dari Partai Gerindra dan Partai Gerindra pun partai juara di Kabupaten Bogor, kan gitu,” ujarnya.
“Jadi, figurnya amat sangat kuat kedua pasangan calon tersebut, baik Rudy Susmanto maupun Jaro Ade,” imbuhnya.
Lembaga Studi Kabupaten Bogor Ungkap Data
Lalu ia menuturkan, jika melihat pada keterpeluangan menang hingga sampai titik akhir.
“LS Vinus kan mengadakan lima (5) kali survei selama persiapan pilkada ini sampai pada tahapan pilkada, baik dari survei branding personal maupun survei pasangan calon. Di survei terakhir yang dirilis di pertengahan bulan November kemarin, itu Rudy Susmanto dan Jaro Ade sudah mendapatkan 69 persen, hampir 70 persen,” ucapnya.
Artinya, menurut dia, sudah dipastikan bahwa pilkada Kabupaten Bogor pada tahun 2024 ini akan dimenangkan oleh pasangan Rudy Susmanto dan Jaro Ade.
“Karena Bayu Sahjohan dengan Musa hanya mendapatkan elektabilitas 17%. Nah 17% itu tidak mungkin dikejar dalam waktu beberapa hari untuk bisa menyalip pasangan calon Rudy Susmanto dan pasangan calon Jaro Ade,” ujarnya.
Karena psikologinya, lembaga survei terkait dengan psikologi pemilih, dalam satu bulan pun paling kuat dengan menggunakan berbagai macam cara itu hanya bisa naik 10%.
“Sehingga, ketika misalnya naik 10%, ya paling kuat juga Bayu Syahjoha dan Musa itu kan 27%, kan gitu. Dan ketika 27%, kan masih jauh dengan 69%. Cuman, memang beberapa catatan untuk pilkada 2024 yang akan digelar lusa, itu catatannya yang pertama adalah partisipasi pemilih,” ungkapnya.
Dan di Survei terakhir LS Vinus, partisipasi Pemilih masih tinggi di angka 11 persen. Artinya, masih banyak masyarakat Kabupaten Bogor yang belum menentukan pilihan.
Apakah masyarakat akan memilih pasangan calon Rudy Susmanto dan Jaro Ade atau pasangan calon Bayu Syahjoha dan Musa. Andaikan semua memilih Bayu Sahjohan, tetap tidak akan mengejar lawannya.
“Apalagi, kalau kemudian peluangnya dibagi dua 11 itu. 6 ke Bayu Sahjohan, 5 ke pasangan Rudy Susmanto, itu akan semakin jauh pasangan Rudy Susmanto dengan Jaro Ade memenangkan kontestasi di pilkada 2024 di Kabupaten Bogor,” ucapnya.
Lalu terakhir ia jelaskan, terkait penyelenggaraan pilkada di tanggal 27 November 2024 nanti, akan terkendala oleh cuaca. Sehingga, akan menganggu dan menghambat segala perlengkapan logistik di setiap TPS.
“Itu saya pikir penting untuk menjadi perhatian dan atensi semua pihak, termasuk stakeholders pemilu,” ujarnya.
Kemudian terkait ada kebijakan TPS, dari dua TPS menjadi satu, konsekuensi logisnya ada pada masyarakat atau pemilih yang jauh dari lokasi TPS tersebut.
“Ketika ada masyarakat yang jauh dari TPS, sudah jauh hujan pula, ini kan berpotensi untuk minat datang ke TPS juga tidak begitu antusias, kan begitu?” ucapnya.
Lanjut dia, terakhir merupakan konflik sosial, walaupun di Kabupaten Bogor tidak memiliki preseden konflik sosial, dikarenakan beda pilihan beda usungan dan dikarenakan kemenangan atau kekalahan.
“Tapi yang pasti itu penting, karena bisa saja dengan berbagai macam faktor itu terjadi,” tandasnya.
***