Kab. Sukabumi, LabakiNews id – Dede Kusnadi Kepala Desa Kertamukti kecamatan Warungkiara Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat, Sabtu ( 03/08) didepan Bumdes Kertamukti mengatakan siap membangun desanya menjadi desa berkembang dan maju setara dengan desa-desa yang lain. Hal ini disampaikannya disela sela waktu istirahat sambil mengontrol para pekerja yang sedang membangun embung desa didusun Bojongkerta.
Embung desa dari Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi ( Mendes PDTT), Eko Putro Sanjoyo dengan anggaran Rp 320 juta. Embung desa merupakan salah satu program 4 Bisnis Model dari Pemerintah pusat untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi desa terutama desa desa tertinggal. 4 Bisnis model tersebut antara lain Prukades ( Produk kawasan pedesaan), Embung Desa, Bumdes, dan Sarana Olahraga Desa.
Di sela itu ia menceritakan kiprah dirinya ketika hendak membangun dan memperjuangkan Desa Kertamukti.
“Saya sudah 7 tahun menjadi kepala Desa Kertamukti, Sebelumnya saya Pjs desa Kertamukti. Karena saya dulu Ketua Panitia Pemekaran. Ada umur, cageur Insya Allah saya ikut lagi. Saya satu tahap lagi, Dana Desa Tahap ketiga selesai jabatan saya. Di Didesa Kertamukti ada dua dusun, Dusun Bojong Kerta 1 dan dusun Bojong Kerta 2,” terangnya.
Desa Kertamukti merupakan desa bungsu dikecamatan Warungkiara dan merupakan desa hasil pemekaran yang dulunya merupakan desa tertinggal dan tidak ada akses untuk bisa kesana.
Kala itu dibutuhkan seorang tokoh muda yang mau kerja keras untuk membuka hutan dan merintisnya menjadi tempat pemukiman yang nyaman, tenang, produktif dan kondusif. Maka tampillah sosok Dede Kusnadi yang saat itu bukan siapa-siapa.
Menurut info yang didapat Dede pada saat itu sempat dipandang dengan sebelah mata oleh para tokoh-tokoh masyarakat saat itu.
“Waktu pemekaran desa orang orang disini pada bilang ga mungkin si Dede itu bisa memekarkan desa. Ga bakalan bisa ngebangun desa. Mereka ga tahu latar belakang saya. Karena saya lama merantau. Dilecehkan saya mah oleh mereka. Dipandang sebelah mata. Makanya ketika saya dilantik oleh pak Sukmawijaya Bupati Sukabumi 11 Juni 2012, saya mati matian ngebangun desa Kertamukti. Saya saat dilantik sejak bulan Juni sampai Desember ga dapat bantuan sepeserpun pak. Perangkat desa paling dari pelayanan. Ngasihnya Rp 10 ribu kadang ga ngasih. Sampai sekarangpun kita ga mempermasalahkan masalah itu. Berapapun mereka kasih kita terima. Ga ngasih juga ga apa apa. Saya ingin ngebalikin prediksi orang orang bahwa saya tidak mampu ngebangun desa. Pak, kalau mau ngomong tentang tanah desa, untuk buat kantor saja, ini tanah saya beli sendiri. Ya, tanah ini saya beli sendiri ketika waktu itu desa menjabat sebagai Pjs, tanah itu saya beli. Karena kalau ga saya beli, ga bakalan desa punya kantor seperti ini. Yang sudah saya hibahkan saja yaitu Poskesdes sama Posyandu pak. Hari ini jangan kita membeli tanah segini luas, saya mau beli didepan desa ga ada yang mau jual. Apalagi yang dihibahkan. Gotong royong, kerja bakti waktu saya membangun kantor desa. Bisa dihitung dengan jari. Saya ngebangun ini, nembok ini semua. Kecuali pas waktu kita buka hutan untuk jalan. Alhamdulillah banyak sekali yang membantu ketika mulai ngebangun. Itu Banprov yang depan sekretariat juga dari Banprov,” Beber Dede.
Begitulah Dede Kusnadi bercerita bahwa tanah yang dibelinya dengan uangnya sendiri dan telah menjadi bangunan kantor desa yang cukup representatif ketika dirinya tidak terpilih lagi dalam Pilkades serentak tanggal 17 November tahun 2019, tidak akan ia persoalkan.
Lanjut Dede bercerita tentang philosofinya cara mencari teman. Bahwa hidup ini jangan cari musuh tapi carilah teman atau rekan sebanyak banyaknya. Karena sifatnya umum maka diterapkanlah cara hidup dijalan meskipun kini hidup sebagai orang nomor satu di desa Kertamukti Warungkiara Sukabumi.
“Ketika kita punya milik, mau rokok pak. Kopi pak itu dengan rekan. Setelah itu kita tahu bahwa orang ini bagus ga kita bikin jadi sahabat. Bagus ga kita bikin sebagai teman. Bisa ga kita bawa musyawarah. Cuma jangan ketinggalan loyalitas supaya berkah. Kalau kita istilahnya jadi kepala desa, gila hormat terus kita mengacu hanya pada anggaran yang ditulis saja. Ketika hari ini banyak permintaan, hanya itu. Seorang kepala desa harus bisa menyelesaikan itu. Karena mereka yang bikin rencana anggaran. Atau yang bikin anggaran itu tahu kalau dilapangan itu banyak A, B, C, D nya. Kita kan punya rekan dari media, ada rekan dari kecamatan, dari Polsek, dari koramil. Kita ajak seluruhnya untuk kerja sama. Kalau kita idealis saja ga ada pak. Itu saya belajar dari sana. Saya merantau bukan dengan jelema bener wungkul. Tapi, pergaulan itu seperti apa. Makanya ketika masyarakat dari tokoh-tokoh yang pintar mengkritik saya, ya silahkan saja. Kita selesaikan saja di biro, sudah selesai. Memang ketika saya nyalonin dan jadi kepala desa. Saya kerja keras. Saya ngebabat hutan dulu. Saya sudah petnah digigit ular, kena duri dan saya sudah kenyang itu. Karena ketika kita buka desa disana yang nota bene ada kadus, perangkat desa, tokoh masyarakat, tokoh agama dan nyalonin jadi kepala desa kemudian kepilih, semua takdir dari Allah. Jadi kita ga disini. Kita berjuang dulu, kita keluar keringat dan itu benar keringat. Kalau kita hitung hitungan itu semua ga bisa dinilai dengan uang,” pungkasnya.
( siswadi hs )