PenaKu.ID – Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (AS) kembali mengalami tekanan signifikan pada perdagangan Senin (27/10/2025).
Mata uang Garuda terpaksa harus kembali menyentuh level psikologis Rp16.600-an. Berdasarkan data Refinitiv, Rupiah ditutup melemah 0,12% ke posisi Rp16.610 per Dolar AS, melanjutkan tren pelemahan yang terjadi belakangan ini.
Sejumlah ekonom angkat bicara mengenai faktor-faktor yang menekan Rupiah. Secara garis besar, pelemahan ini disebabkan oleh kombinasi sentimen eksternal yang kuat dan faktor permintaan domestik yang bersifat musiman. Pasar terlihat masih mengkhawatirkan kebijakan ekonomi global, terutama yang berasal dari Amerika Serikat.
Tarif Dagang AS-China dan MSCI Jadi Pemberat Rupiah
Chief Economist BCA, David Sumual, menyebut tekanan eksternal sebagai biang keladi utama. Pasar saat ini berada dalam posisi wait and see terhadap dua isu global. “Masih terkait isu eksternal.
Pasar wait and see kemungkinan penerapan tarif dagang AS dengan China dan isu kemungkinan perubahan bobot MSCI bursa Indonesia,” ucapnya. David memproyeksikan pergerakan Rupiah ke depan akan cenderung stabil di kisaran Rp16.600 hingga Rp16.800 per Dolar AS.
Permintaan Dolar Musiman dan ‘Profit Taking’ SBN dampak ke Rupiah
Sementara itu, Ekonom Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, menyoroti faktor musiman dari dalam negeri. Menurutnya, pelemahan ini wajar terjadi di akhir bulan karena meningkatnya permintaan Dolar AS. .
“Saya lihat ini ada permintaan dolar yang memang secara musiman… untuk kebutuhan bayar bunga utang. Terutama utang luar negeri ya ataupun juga untuk pembayaran impor,” kata Myrdal.
Selain itu, ia melihat adanya aksi ambil untung (profit taking) di pasar Surat Berharga Negara (SBN), di mana investor asing cenderung keluar setelah yield menurun, sambil menunggu yield kembali naik.**










