PenaKu.ID – “Sebagai bentuk kekhawatiran, wajar bila di kalangan masyarakat melakukan aksi turun ke jalan menyuarakan penolakan RUU HIP dan menuntut dicabutnya RUU HIP itu dari prolegnas karena dalam konsideran RUU tersebut menghapus dan tidak memasukan TAP MPRS XXV/MPRS/1966,” terang Haerudin yang juga anggota Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) dalam paparan Sosialisasi 4 Pilar MPR RI di Aula Kantor Bersama PD Persis Kabupaten Garut, Selasa (21/7/2020) dikutip dari Siberindo.co
Anggota Komisi IV DPR RI ini juga menilai dalam RUU HIP tersebut mengandung polemik dengan adanya istilah Trisila dan Ekasila adalah bukan wacana kontemporer, pasalnya, lanjut dia, dahulu Presiden RI pertama Ir. Soekarno atau dikenal dengan panggila Bung Karno juga sempat pada masa itu mewacanakan hal tersebut akan tetapi para founding father di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) sepakat tidak memasukan usulan tersebut dan tetap menjadi Pancasila, dan akhirnya Bung Karno pun menerimanya.
“Hal itu pernah terjadi dalam pidatonya pada 1 Juni, Bung Karno pernah menawarkan pilihan apakah mau menggunakan Trisila atau Eka sila? Tetapi saat itu BPUPKI menetapkan dan tercatat dalam piagam Jakarta bahwa tetap menggunakan pancasila sebagai Falsafah Negara,” ungkap legislator asal dapil Jabar XI meliputi Kota dan Kabupaten Tasikmalaya serta Kabupaten Garut ini.
Lanjutnya, RUU HIP tidak mencantumkan Tap MPRS XXV Tahun 1996 yang melarang ajaran komunisme dalam konsideran. Maka itu, wajar dan cukup beralasan bila para demonstran melakukan aksi unjuk rasa karena kehawatiran munculnya paham dan gerakan komunisme di Indonesia dalam perspektif ideologi politik.
“Karena komunisme sangat bertolak belakang dengan Pancasila. Pancasila mengutamakan nilai-nilai musyawarah mufakat, sementara komunisme menghalalkan segala cara dalam mencapai tujuannya,” tegas Haerudin.
Dihadapan peserta yang didominasi kaum ibu-ibu serta pengurus PD Persistri Kab. Garut, Haerudin menyampaikan umat Islam wajib menjaga pancasila sebagai nilai-nilai yang selaras dengan keyakinan Islam dari upaya pihak-pihak yang ingin memasukan nilai-nilai komunisme dan sejenis lainnya ke dalam nilai-nilai Pancasila.
“Pancasila sebagai falsafah. Lima sila dari Pancasila pada hakikatnya adalah suatu nilai. Diantaranya nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai itu selanjutnya menjadi sumber nilai bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara Indonesia,” paparnya.
Dipaparkan Haerudin Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta filsafat hidup bangsa Indonesia, pada hakekatnya merupakan suatu nilai dasar yang bersifat fundamental, sistematis, dan holistik.
“Sila per sila yang tersusun adalah satu kesatuan yang bulat, utuh, dan hirarkis, sehingga dapat diartikan sebagai suatu sistem filsafat,” jelasnya.
Ia menambahkan dasar pemikiran filosofis yang terkandung dalam setiap sila bahwa Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara mengandung arti dalam setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan, dan kenegaraan yang berdasarkan kepada nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan.
Ketua PD Persistri Garut, Kakah Mastikah menyebut acara sosialisasi yang digagas pihaknya merupakan motivasi tersendiri untuk memberikan pencerahan informasi dan edukasi bagi jamaahnya di wilayah Garut.
(Jafar/siberindo.co)
Politikus PAN Anggap Wajar bila Masyarakat Bereaksi dengan RUU HIP
Admin3 min baca