PenaPeristiwa

Polemik di Setiap Ajaran Baru pada PPDB, Warga Kota Bandung Protes

IMG 20200624 WA0021
Warga grudu kantor dinas pendidikan jawa barat

PenaKu.ID – Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP) geruduk kantor Disdik Jabar ungkapkan rasa kekecewaan terhadap putra putri mereka terhadap penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahun 2020

Orang tua yang tergabung dalam FMPP ini mengeluhkan masalah sistem PPDB sosialisasi dan tranparansi penerimaan peserta didik kepada panitia PPDB kantor Dinas Pendidikan Jawa Barat, Jalan Dr Rajiman, Bandung, Selasa ( 23/6/2020).

Audensi diterima pihak panitia PPDB Disdik Jabar di ruang aula, Ketua Forum Masyarakat Peduli Pendidikan (FMPP), Illa Setiawati membeberkan sistem yang diberlakukan pada penerimaan peserta didik tingkat SMA/SMK/SLB sederajat dinila sangat merugikan calon peserta didik.

“Contohnya seperti pendaftaran online. Kan tidak semua masyarakat ada yang mengerti dengan IT. Ketika mereka minta bantuan dari pihak sekolah asal pun kan itu jadi ditentukan dari pihak sekolah,” ujar Illa

Ditambahkan Titik koordinat pun banyak yang salah. Ketika dokumen harus dilengkapi beritanya juga pada saat sudah login tanggal 12 tengah malam. Kan kalau harus memperbaiki data juga tidak bisa, katanya.

Selain itu, Illa juga mengeluhkan tidak transparannya pihak sekolah saat pengumuman diterima atau tidaknya peserta didik.

“Karena mereka juga tidak tahu mengapa mereka tergeser, kan itu tidak dibuka, enggak dijelasin. Jadi sistem yang kemarin itu ketika siswa tidak diterima namanya langsung hilang,” ucapnya

Saat ditanya terkait peluang untuk mendaftarkan calon peserta didik jalur afirmasi di tahap dua atau zonasi, Illa menilai hal itu berpotensi orang tua calon siswa dari kategori Keluarga Ekonomi Tidak Mampu dibebankan biaya untuk sekolah.

Masuk ke sekolah swasta pun bukan pilihan bagi calon siswa di jalur afirmasi.

“Jangankan belajar, mau daftar saja harus pakai uang. Formulirnya bayar, setelah masuk harus bayar lagi, belum bayar biaya praktek, apa itu akan ditanggung,”ucapnya

“Di balik itu juga kalau siswa yang menggunakan jalur afirmasi Ekonomi Tidak Mampu ini dan kalaupun lewat dijalur zonasi akan berisiko dengan pembayaran DSP, SPP seperti itu,” ungkapnya

Ditempat yang sama, Ketua Musyawarah Kerja Pengawas Sekolah (MKPS) Sekolah Menengah Atas (SMA) Jabar, Juli Wahyu Pari Dunda.PPDB Jabar mengakui jika PPDB 2020 ini cukup kompleks. Pasalnya, tahapan sosialisasi PPDB terbentur dengan pandemi. Sehingga sosialisasi PPDB pun mayoritas hanya bisa dilakukan secara virtual.

“Kami sadari bahwa ini tidak bisa menyentuh semua orang tua, terutama bagi daerah yang terkendala dengan internet. Tapi kami upayakan sosialisasi melalui medsos, media online dan elektronik.

“Pihak Disdik Jabar pun tidak bisa mengakomodir semua calon siswa untuk masuk ke sekolah negeri, mengingat jumlah lulusan SMP atau MTs lebih banyak dari pada daya tampung SMA/SMK sederajat,” ucapnya.

Sekadar catatan, jumlah lulusan SMP sederajat berkisar di angka 700 ribu siswa. Sedangkan daya tampung SMA negeri sederajat hanya 149.977 ribu di tahap pertama ini.

“Ini pasti ada yang tidak diterima di negeri,” ucapnya.

Sebagai perbandingan, di Kota Bandung terdapat 64 SMP, sedangkan jumlah SMA negeri hanya ada 27 sekolah.

“Bagaimana bisa menampung itu semua, tidak semua orang itu bisa legowo,” tandasnya.

Sementara itu, menurut pengamat Ujang Uhe, dari tahun ke tahun seperti tak pernah ada ujungnya untuk hal perbaikan yang ada hanya berkutat terus pada hal yang tidak perlu seperti kebijakan prank lain kebijakan pemerintah lain dilapangan.

“Pemerintah bilang ke swasta juga gratis namun sebatas apakah itu? SPP sedangkan uang pembangunan dipendaftaran tidak dihitung yang tentunya menjadi kendala yang juga harus dipikirkan matang hingga biaya lainnya,” ungkapnya.

Ujang Uhe menuturkan bahwa dari jumlah perbandingan sekolah negeri dan swasta pun dimana selisih jumlah swasta dominan menunjukan pihak pemerintah seperti tidak serius untuk mencerdaskan bangsa, lemah maping sekolah negeri yang harus dibangun yang pasti menjadi dampak berkelanjutan terkait PPDB tersebut.

“Gedung sekolah yang sangat vital untuk sarana belajar mengajarpun seperti diabaikan dan tidak ada penentuan lokasi mana yang pas, jadi target dan sesuai sasaran serta harapan PPDB itu sendiri,” tambahnya.

Jika hal ini setiap tahunnya terus menerus berkutat dititik yang sama bahkan terkesan jauh dari tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa maka terlalu banyak energi dan biaya terbuang percuma.

“Bagaimana pemerintah bisa meyakinkan dan menjamin hal dasar sekolah swasta dan negeri itu sama sedangkan kenyataan seperti mutu, hal pendaftaran dan lainnya sangat jelas berbeda,” tuturnya.

“Yang terpenting pendidikan harus disesuaikan dengan kebutuhan sumber daya alam dan potensi kearifan lokal yang ada didaerahnya agar tidak impor tenaga ahli dari asing, itu saja!” imbaunya.




Kontributor: wan
Penulis: wan


Editor: Js

Related Articles

Back to top button