Pemerintahan

Pengamat Soroti Krisis Ekologis di Jawa Barat: Hutan Menyusut 43%, Pemprov Dianggap Tak Serius Hadapi Tambang Ilegal

×

Pengamat Soroti Krisis Ekologis di Jawa Barat: Hutan Menyusut 43%, Pemprov Dianggap Tak Serius Hadapi Tambang Ilegal

Sebarkan artikel ini
Pengamat Soroti Krisis Ekologis di Jawa Barat: Hutan Menyusut 43%, Pemprov Dianggap Tak Serius Hadapi Tambang Ilegal
Keterangan Gambar: Ilustrasi. (Riyan/PenaKu.ID).

PenaKu.ID – Pengamat Politik dan Kebijakan Publik, sekaligus Founder Visi Nusantara Maju, Yusfitriadi, menyoroti serius ancaman bencana ekologis di Jawa Barat. 

Ia menyatakan bahwa Jawa Barat kini termasuk wilayah yang rentan terhadap bencana akibat deforestasi dan eksploitasi alam yang masif.

Menurut Yusfitriadi, kondisi di Jawa Barat mirip dengan yang terjadi di Pulau Sumatera, di mana bencana ekologis seperti banjir dan tanah longsor terjadi seolah sudah di depan mata.

Kondisi Deforestasi Jawa Barat Mengkhawatirkan

Yusfitriadi mengungkapkan data penurunan luas hutan di Jawa Barat sangat mencolok:

• Penyusutan Signifikan: Dalam kurun waktu dua tahun (2023-2025), luas hutan di Jawa Barat menyusut hingga 43 persen.

• Data Kontradiktif: Terdapat perbedaan data luas hutan antara Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2024 (952,68 ribu hektar) dan data statistik Provinsi Jawa Barat tahun 2022 (792,616 ribu hektar), serta data Dinas Kehutanan dan Konservasi Perairan dan Fungsi Hutan (816,603 ribu hektar). 

Perbedaan data ini, menurutnya, menyulitkan validitas yang akurat dan membutuhkan konsolidasi data dari berbagai pihak.

• Dominasi Kepentingan: Penyusutan lahan hutan didominasi oleh alih fungsi lahan yang dilakukan, baik melalui aktivitas tambang, wisata, maupun kawasan Pengelolaan Pengelolaan Khusus (KHDPK) oleh PTPN.

Kontribusi Tambang Ilegal dalam Krisis Ekologis

Selain deforestasi, Yusfitriadi menyoroti bahwa aktivitas tambang—baik yang legal maupun ilegal—menjadi kontributor utama penyusutan 43 persen luas hutan Jawa Barat.

• Tambang Ilegal Merebak: Tercatat ada 176 titik kegiatan tambang liar (ilegal) di Jawa Barat.

• Kasus Ilegal di Berbagai Kabupaten: Kabupaten Sumedang (48 titik), Tasikmalaya (48 titik), Bandung (37 titik), Bogor (30 titik), Cianjur (20 titik), Purwakarta (12 titik), dan Cirebon (7 titik) termasuk wilayah dengan kegiatan tambang ilegal yang signifikan.

• Ancaman Masa Depan: Jika perizinan yang sudah habis tidak ditindaklanjuti, dan izin baru terus diberikan, ancaman ekologis akan semakin nyata, memicu banjir dan longsor di berbagai tempat.

Provinsi Jawa Barat Dianggap Tidak Serius

Yusfitriadi menilai Pemerintah Provinsi Jawa Barat tidak menunjukkan keseriusan dalam menangani mitigasi dan antisipasi bencana ekologis ini.

“Kami tidak melihat penampakan keseriusannya dalam upaya mitigasi dan antisipasi bencana ekologis,” tegas Yusfitriadi, membandingkan betapa pentingnya menjaga kawasan hutan yang telah menyusut drastis.

• Tindakan Minim: Ia mengkritik langkah Gubernur Jawa Barat yang hanya “menggelikan” dengan mengimbau masyarakat menanam pohon dengan imbalan Rp 50.000, yang dianggapnya tidak sebanding dengan masalah penyusutan 43 persen luas hutan.

• Prioritas Bergeser: Kritik juga diarahkan pada Gubernur Jawa Barat yang justru terlihat “asyik ngonten” (membuat konten) di Sumatera Barat saat Jawa Barat dilanda banjir dan longsor.

Desak Pemprov Jawa Barat Melakukan Tindakan Substansial

Yusfitriadi mendesak Pemerintah Provinsi untuk segera melakukan tindakan yang lebih substansial.

• Verifikasi dan Data Validasi: Melakukan verifikasi data secara serius terkait deforestasi dan alih fungsi lahan.

• Penindakan Hukum: Segera menindak perusahaan tambang yang izinnya telah habis, serta perusahaan yang beroperasi secara liar di Kawasan Hutan PTPN dan hutan lindung.

Ia menekankan bahwa informasi mengenai perusahaan-perusahaan yang melanggar harus mudah dikonfirmasi oleh publik sebelum dilakukan proses hukum.***