PenaKu.ID – Pemerintah Kabupaten Bandung sebenarnya memiliki aturan ketat dalam mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian, dengan mencantumkan pasal pidana guna mengantisipasi perubahan lahan pertanian menjadi non pertanian.
Dikatakan Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati (Cabup/Cawabup) Bandung, H. Deding Ishak, pemkab sebetulnya memiliki peran untuk menangani alih fungsi lahan karena telah ada regulasi yang mengaturnya, yaitu Undang-Undang Nomor 41 tahun 2009, tentang Perlindungam Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (PLP2B).
“Saat ini saya hanya mengetahui baru 2 RDTR yang akan disahkan tahun 2020 ini, yaitu RDTR BWP Bojongsoang dan RDTR KTP Tegalluar,” katanya via seluler, Kamis (13/8/2020).
Deding menambahkan, terkait dengan alih fungsi lahan ini, selama ini ada dua faktor penyebab yang membuat alih fungsi lahan begitu sering terjadi. Pertama, pemilik modal memandang tanah sebagai long-term profit perspective. Kedua, pemilik lahan memandang area lahan sebagai unprofitable resources dengan pilihan impas, rugi atau untung sedikit. Sehingga jika demikian, jelas Deding, pemilik modal tinggal meninggikan harga lahan diatas ekspektasi petani, maka alih fungsi akan terjadi.
“Oleh karena itu, selain memperkuat dari sisi regulasi, pemkab harus memberikan pemahaman dan penyadaran kepada para petani melalui perspektif long-term profit bahwa melepas lahannya sebetulnya akan menjadi kerugian jangka panjang bagi diri dan negaranya,” ujarnya.
Solusi dari permasalahan ini, dikemukakannya, petani juga harus mendapatkan pertolongan bersama dalam menghadapi ganasnya perubahan. Menolong petani artinya membuat petani lebih berdaya secara teknologi, lebih baik secara informasi, dan lebih berwawasan bisnis sebagai entitas ekonomi. Dalam hal ini, pemerintah bersama perguruan tinggi, industri, dan pusat-pusat inovasi lainnya harus saling berkesinambungan untuk membantu “pahlawan pangan” ini.
Selain itu, tambahnya, para petani juga harus disadarkan untuk merubah mindset. Jangan hanya suka dibantu pemerintah saja, namun harus memiliki jiwa entrepreneur (menciptakan inovasi dan nilai tambah). Contohnya bagaimana petani di New Zealand dengan pertanian berkorporasinya, lalu petani di Korea selatan dengan Saemaul Undongnya.
“Jadi sekali lagi, harus ada pendorong yang membuat petani terinspirasi dengan best practices expose mereka dengan apa yang seharusnya dilakukan,” jelas Dading.
(Alfatah)