Ekonomi

Mahasiswa Soroti Program MBG di Sukabumi, Keterlibatan UMKM Lokal Hanya Sebatas Formalitas

×

Mahasiswa Soroti Program MBG di Sukabumi, Keterlibatan UMKM Lokal Hanya Sebatas Formalitas

Sebarkan artikel ini
IMG 20251004 WA0075
Foto Arsip: PC PMII Kota Sukabumi Saat Menggelar Aksi Unjuk Rasa.

PenaKu.ID – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) merupakan jurus jitu strategis pemerintah dalam menjawab persoalan pemenuhan gizi dan ketimpangan sosial, terutama di kalangan anak-anak usia sekolah.

Akan tetapi pada pelaksaan program MBG sangat disayangkan, di Kota Sukabumi, program yang seharusnya menjadi bukti keberpihakan negara terhadap rakyat, justru menjadi ajang pertunjukan siapa yang paling dekat dengan kekuasaan.

Bendahara PC PMII Kota Sukabumi, Moch Rudianyah, menyampaikan bahwa hari ini publik Kota Sukabumi ramai memperbincangkan dugaan kuat bahwa pelaksanaan program MBG tidak dijalankan secara terbuka dan akuntabel.

Menurutnya, kuat dugaan bahwa alokasi dan pelaksanaan program MBG ini didominasi oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki kedekatan struktural maupun genealogis dengan Pemerintah Kota dan DPRD bahkan ketingkat pusat.

“Sederhananya yang berkuasa yang berperan, yang dekat yang dapat. Apakah ini kebetulan? Atau sudah menjadi pola yang terus dipelihara dari waktu ke waktu?,” kata Rudiansyah kepada awak media, Sabtu (4/10/2025)

Pihaknya tentu tidak anti terhadap keberhasilan program sosial. Namun ketika keterlibatan pelaku UMKM lokal di setiap wilayah, koperasi rakyat, dan masyarakat sipil hanya menjadi formalitas belaka.

“Maka patut dipertanyakan bersama, untuk siapa sebenarnya program ini dijalankan? Rakyat, atau keluarga para pemangku kebijakan?,” bebernya.

Ia menyampaikan, tidak perlu menjadi ahli ekonomi untuk membaca arah distribusi keuntungan dari program ini. Apalagi ketika sebagian besar pelaksana kegiatan berasal dari kelompok atau badan usaha yang entah kebetulan atau tidak punya relasi dekat dengan elite pemerintahan dan legislatif lokal.

Menurutnya, hal ini bukan sekadar persoalan teknis, dan ini adalah persoalan etika publik. Jika program sosial mulai dikuasai oleh segelintir orang dengan pengaruh politik, maka itu adalah bentuk baru dari ketimpangan struktural.

“Rakyat kecil akan terus berada di barisan antre, sementara yang punya akses sibuk membagi kue di ruang tertutup,” ungkapnya.

Mahasiswa dari Organisasi PMII ini memandang praktik seperti ini berbahaya bagi masa depan tata kelola pemerintahan yang sehat. Hal ini juga menciptakan preseden buruk bahwa akses terhadap sumber daya publik hanya tersedia bagi mereka yang dekat dengan pusat kekuasaan.

“Dan jika itu terjadi terus-menerus, maka kita sedang membangun sistem yang tidak adil sejak dalam pikiran,” ucapnya.

Meskipun begitu lanjut Rudiansyah, ia menyerukan kepada Pemerintah Kota dan DPRD Kota Sukabumi agar tidak menutup mata dan telinga. Bukalah ruang transparansi dan buka data pelaksana.

“Kami meminta untuk dijelaskan proses penunjukannya dan libatkan rakyat secara nyata, bukan hanya sebagai penonton statistik,” cetusnya.

“Sebab bila tidak, jangan salahkan bila kepercayaan publik perlahan menghilang. Dan saat kepercayaan itu habis, maka tidak ada lagi legitimasi yang bisa dibanggakan, bahkan oleh mereka yang kini duduk di kursi empuk kekuasaan,” pungkasnya.

***

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *