PenaKu.ID – Konferderasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) berkomitmen untuk menolak Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker). Hal itu mereka tegaskan dengan pengambilan sikap bahwa KSPI menolak ikut dalam pembahasan undang-undang turunan yakni Petaturan Pemerintah (PP) yang bakal digelar oleh Kementerian Ketenagakerjaan.
“Kami menegaskan, bahwa kami dari KSPI tidak akan terlibat dalam pembahasan aturan turunan Undang-Undang Cipta Kerja. Sikap ini sejalan dengan komitmen kaum buruh, yang hingga saat ini menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, khususnya klaster ketenagakerjaan,” tutur Presiden KSPI, Said Iqbal dalam keterangannya, Jumat (16/10/2020), dikutip Siberindo.
Sedangkan ke depan, lanjutnya, aksi penolakan omnibus law oleh buruh akan semakin membesar dan bergelombang. Secara tegas, katanya, buruh menolak omnibus law Undang-Undang Cipta Kerja.
“Dengan demikian tidak mungkin buruh menerima peraturan turunannya. Apalagi terlibat membahasnya,” jelasnya.
Kalau pemerintah kejar tayang lagi aturan turunannya, menurut Said Iqbal, maka ada dugaan serikat buruh hanya digunakan sebagai stempel atau alat legitimasi saja.
Sedangkan niat DPR yang sempat mengajak buruh untuk berunding dan membahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja, Said Iqbal menyampaikan, tidak terbukti. Dan buruh dikhianati.
“DPR yang sempat menjanjikan buruh akan dilibatkan dalam pembahasan, tetapi terkesan seperti sedang kejar setoran. Buruh merasa dikhianati,” jelasnya.
Padahal, Said Iqbal menegaskan, buruh sudah menyerahkan draft sandingan usulan buruh.
“Tetapi masukan yang kami sampaikan banyak yang tidak terakomodir. Jadi, tidak benar apa yang dikatakan DPR RI bahwa 80% usulan buruh sudah diadopsi dalam Undang-Undang Cipta Kerja,” tegasnya.
Paling tidak, dia melanjutkan, ada 4 langkah yang akan dilakukan buruh dalam menolak Undang-Undang Cipta Kerja.
Pertama, akan mempersiapkan aksi lanjutan secara terukur terarah dan konstitusional, baik di daerah maupun aksi secara nasional.
Kedua, mempersiapkan ke Mahkamah Konstitusi untuk uji formil dan uji materiil.
Ketiga, meminta legislatif review ke DPR RI dan eksekutif review ke Pemerintah.
Keempat, melakukan sosialisasi atau kampanye tentang isi dan alasan penolakan Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja khususnya klaster ketenagakerjaan oleh buruh.
Editor: Al fatah