PenaKu.ID – Kementerian ATR/BPN (Agraria dan Tata Ruang/Badan Petanahan Nasional) melalui Direktur Pencegahan dan Penanganan Konflik Pertanahan, Daniel Adityajaya, megatakan, ulah mafia tanah di Indonesia hingga kini masih sangat meresahkan. Tak sedikit kerugian materi dirasakan oleh masyarakat yang menjadi korban. Berbagai macam modus operandi mafia tanah banyak dilakukan.
Sebagai lembaga yang bertanggungjawab atas penyelenggaraan urusan pemerintah di bidang agraria/pertanahan dan tata ruang, dia mengimbau agar masyarakat waspada dengan modus yang dilakukan oleh mafia tanah. Jika modus operandi atau teknik cara-cara beroperasi yang dipakai oleh pelaku mafia tanah beragam.
Dia mengemukakan, modus tersebut di antaranya adalah pemalsuan dokumen (alas hak), pendudukan legal/tanpa hak (wilde occupatie) mencari legalitas di pengadilan, rekayasa perkara, kolusi dengan oknum aparat untuk mendapatkan legalitas, kejahatan (penggelapan dan penipuan) korporasi, pemalsuan kuasa pengurusan hak atas tanah, serta hilangnya warkah tanah.
“Salah satu contoh kasus yang terjadi dalam praktik mafia tanah yaitu dengan memprovokasi masyarakat, petani atau penggarap untuk mengokupasi atau mengusahakan tanah secara ilegal di atas perkebunan HGU baik yang akan berakhir maupun yang masih berlaku. Serta kasus pemalsuan dokumen terkait tanah seperti Eigendom, Girik, Surat Keterangan Tanah, SK Redistribusi Tanah, serta tanda tangan Surat Ukur,” ungkapnya dalam wawancara melalui pertemuan daring terkait mafia tanah, Senin kemarin (19/07/2021).
Kementerian ATR/BPN Bentuk Satgas
Daniel Adityajaya menjelaskan bahwa jika mafia tanah ini tidak jauh dari masalah sengketa dan konflik, tetapi mereka menggunakan cara-cara yang melanggar hukum dan biasanya dilakukan oleh sekelompok orang secara terencana, rapi, dan sistematis.
“Jika para pelaku tidak memiliki cara yang terencana, rapi, dan sistematis, maka tidak mungkin bisa masuk ke dalam kategori mafia sehingga ini diperlukan keahlian tersendiri. Maka Kementerian ATR/BPN melakukan penanganan yang serius dalam memberantas mafia tanah tersebut,” tuturnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, bahwa faktor terjadinya mafia tanah dapat disebabkan beberapa hal, yaitu tanah tidak dapat diperbaharui, tanah memiliki nilai ekonomis yang tinggi, serta tanah sangat dibutuhkan masyarakat. Hal tersebut memunculkan satu keinginan untuk menguasai yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dengan cara melanggar hukum.
Dalam menyikapi permasalahan yang terjadi terkait mafia tanah tersebut, disebutkan dia, Kementerian ATR/BPN mengambil tindakan cepat dengan melakukan kerja sama dengan lembaga hukum terkait. Selain itu, Kementerian ATR/BPN juga membentuk Satuan Tugas (Satgas) Anti Mafia Tanah dalam upaya untuk menumpas mafia tanah yang ada di Indonesia.
“Hal ini tentunya menjadi concern utama bagi Kementerian ATR/BPN, dimulai dengan adanya Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian ATR/BPN dengan Polri di tahun 2017 lalu dan nanti akan dilakukan juga MoU dengan Kejaksaan Agung yang secara umum bekerja sama di bidang pertanahan dan tata ruang serta hingga kini diperkuat dengan terbentuknya satgas mafia tanah,” pungkas dia.
(ALF)