PenaOpini
Trending

Aksi Bjorka Buat Resah, Islam Punya Solusi Mengatasinya

Oleh : Lilis Suryani ( Guru dan Pegiat Literasi)

PenaKu.IDMeskipun saat ini hecker bernama Bjorka telah sepi dari pemberitaan, dikarenakan belum ada aktivitas lagi yang dilakukan oleh Bjorka melalui akun media sosialnya. Namun, tetap saja aksinya beberapa waktu yang lalu sempat menghebohkan seisi tanah air.

Aksinya dalam meretas data-data publik yang bersifat pribadi, membuat publik resah dan khawatir. Betapa tidak, bukan hanya data pribadi masyarakat biasa, hecker yang mengaku berasal dari luar negeri ini pun berhasil membeberkan data pribadi sejumlah pejabat tinggi.

Disisi lain respon Pemerintah yang dinilai lamban menambah geram masyarakat. Karena berkaitan dengan data pribadi bukanlah hal sepele, penulis sendiri berharap bahwa Pemerintah aware terhadap kejadian ini.

Padahal sejatinya, kejadian ini menjadi peringatan besar bagi kita semua, terutama pihak yang berwenang. Betapa negeri ini benar-benar tidak memiliki kedaulatan digital.

Negara disinyalir belum mampu memberi perlindungan kepada masyarakat, termasuk dalam hal keamanan data digital.

Kekacauan di dunia digital sebenarnya hanya sebagian kecil dari sekian masalah yang tengah dihadapi bangsa ini. Dampak dari cara pandang atas kehidupan yang keliru, padahal inilah yang menjadi inti permasalahannya.

Cara pandang kehidupan yang dianut negeri ini adalah cara pandang Sekuler-kapitalis dimana, tolok ukur setiap perbuatan adalah keuntungan. Dimana ada keuntungan, maka segala sesuatu menjadi boleh dilakukan.

Hubungan kemanusiaan dalam sistem masyarakat seperti ini biasanya sarat dengan polarisasi, persaingan, konflik kepentingan, dan suasana saling menjatuhkan. Tidak terkecuali hubungan penguasa dan rakyatnya. Negara atau penguasa laiknya seorang pedagang, karena di belakangnya ada kepentingan besar para pemodal.

Tidak heran jika kebijakan yang dikeluarkan penuh dengan hitungan-hitungan. Akibatnya, negara lumrah bertindak zalim dan abai terhadap kepentingan rakyat, sementara rakyat lazim membenci penguasanya. Ujung-ujungnya, negara kehilangan pertahanan.

Pada situasi ini, sedikit serangan, baik yang datang dari dalam maupun luar akan sulit dilawan oleh negara. Seperti tampak aksi peretasan oleh seorang Bjorka, apakah dia sendiri atau bersama sebuah geng mafia, bisa membuat negara begitu kelimpungan.

Memang benar, pemerintah akan mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang tentang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP) yang saat ini sudah disetujui di rapat tingkat I oleh Panja Komisi I DPR RI dan pemerintah. Pengesahan RUU PDP ini diharapkan akan menjadi payung hukum baru untuk menjaga ruang digital di Indonesia.

Namun yang menjadi pertanyaan, cukupkah kedaulatan digital dicakup oleh kerja sebuah badan dan dengan penerapan sebuah undang-undang? Padahal urusan kedaulatan tentu menyangkut banyak hal, antara lain penyiapan SDM, riset, teknologi, infra dan supra struktur, serta dukungan kepercayaan masyarakat yang kuat kepada negara.

Paradigma Islam terhadap Aksi Bjorka

Bila melihat dari paradigma Islam, maka kita akan dapati hal yang berbeda. Negara dalam Islam benar-benar bertindak sebagai pemegang sejati kepemimpinan. Yakni sebagai pengurus sekaligus pelindung dari semua hal yang membahayakan rakyatnya.

Negara akan melakukan apa pun yang halal demi memastikan fungsi kepemimpinan ini berjalan sempurna. Keimanan atas pertanggungjawaban di akhirat benar-benar begitu lekat hingga para pejabat pun terdorong bertindak hati-hati untuk melanggar syariat dan mengkhianati semua amanah yang ada di pundak.

Karenanya kehormatan negara dan rakyatnya menjadi hal yang sangat dijaga. Hal ini sejalan dengan penerapan syariat Islam kafah yang menutup celah kelemahan di semua bidang kehidupan.

Keadilan dan kesejahteraan rakyat terjamin dengan sistem ekonomi dan moneter Islam. Harta, akal, kehormatan, nyawa, dan agama, terjaga dengan sempurna dengan penerapan sistem sosial, media massa, dan sanksi Islam. Sementara kemandirian dan kedaulatan negara dijaga penuh dengan sistem hankam dan politik luar negeri Islam.

Penerapan semua aturan Islam ini mencegah siapa pun melakukan hal yang akan menimbulkan kemudaratan. Aktivitas spionase yang melemahkan negara akan dilawan dengan penyiapan SDM dan kekuatan teknologi yang memadai.

Semua ini sejalan dengan penerapan seluruh sistem Islam, termasuk sistem pendidikan, politik, ekonomi, pertahanan keamanan dan lainnya.

Semua berangkat dari sebuah paradigma bahwa pemimpin dalam Islam adalah pengurus urusan umat dan penjaga kemaslahatan mereka. Kasus Bjorka semestinya mengingatkan kita akan buruknya sistem hidup yang saat ini diterapkan. Sekaligus menyadarkan tentang urgensi mewujudkan sistem kepemimpinan Islam pada masa sekarang.
Rasulullah saw. bersabda,

إنَّمَا الْإِمَامُ جُنَّةٌ يُقَاتَلُ مِنْ وَرَائِهِ وَيُتَّقَى بِهِ، فَإِنْ أَمَرَ بِتَقْوَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَعَدَلَ كَانَ لَهُ بِذَلِكَ أَجْرٌ، وَإِنْ يَأْمُرْ بِغَيْرِهِ كَانَ عَلَيْهِ مِنْهُ

”Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu (laksana) perisai yang (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)-nya. Jika seorang imam (Khalifah) memerintahkan supaya takwa kepada Allah ’azza wajalla dan berlaku adil, maka dia (khalifah) mendapatkan pahala karenanya, dan jika dia memerintahkan selain itu, maka ia akan mendapatkan siksa.” (HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dan lain-lain). 

***

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button