PenaKu.ID – Peringatan Hari Tani Nasional kembali diperingati di berbagai daerah dengan beragam kegiatan, mulai dari upacara formal hingga aksi massa di jalanan. Tahun ini, tuntutan mempercepat reforma agraria dan meningkatkan kesejahteraan petani kecil menjadi sorotan utama.
Tanggal 24 September dipilih sebagai Hari Tani Nasional karena bertepatan dengan disahkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, yang menjadi fondasi kebijakan agraria Indonesia. Pada masa pemerintahan Presiden Soekarno, tanggal ini ditetapkan sebagai bentuk penghormatan terhadap petani, yang dianggap sebagai pilar ketahanan pangan bangsa.
Di Jakarta, dari informasi yang dihimun dari sejumlah sumber menyebutkan, puluhan ribu petani dari berbagai organisasi berencana menggelar aksi menuntut agar pemerintah segera menyelesaikan konflik agraria dan melakukan redistribusi lahan. Menurut Serikat Petani Indonesia (SPI), ketimpangan kepemilikan tanah masih menjadi masalah mendasar; selain itu, banyak petani kecil mengalami kesulitan dalam mengakses modal serta teknologi pertanian modern.
Hari Tani Momentum Merefleksi Arah Kebijakan
Pemerintah, melalui Kementerian Pertanian, menegaskan komitmennya untuk terus memajukan produksi pangan dan sekaligus memberdayakan petani. Program seperti redistribusi lahan, penyediaan benih, serta perluasan akses pembiayaan menjadi fokus utama dalam upaya tersebut. Namun demikian, sejumlah pengamat menilai bahwa pelaksanaan reforma agraria masih berjalan lambat dan belum menjangkau seluruh kelompok tani di daerah terpencil.
Tantangan lain yang makin nyata adalah perubahan iklim dan alih fungsi lahan. Isu-isu ini memperburuk situasi bagi petani kecil dan menjadi pengingat bahwa tanpa distribusi lahan yang adil, target ketahanan pangan nasional akan sulit tercapai.
Peringatan Hari Tani Nasional kini tidak sekadar mengingat masa lalu, melainkan menjadi momentum refleksi atas arah kebijakan agraria saat ini. Masyarakat sipil mendesak agar pemerintah lebih transparan dalam melaporkan capaian reforma agraria dan mengikutsertakan petani dalam proses perumusan kebijakan ke depan.**