Tutup
PenaPolitik

Gus Ahad: Permendikbud PPKS dan RUU TPKS Harus Ditolak

×

Gus Ahad: Permendikbud PPKS dan RUU TPKS Harus Ditolak

Sebarkan artikel ini
Gus Ahad: Permendikbud PPKS dan RUU TPKS Harus Ditolak dan Dicabut
Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Abdul Hadi Wijaya (kiri) saat menerima audiensi dari Aliansi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Pengurus Wilayah (PW) Jawa Barat, Kamis lalu.

PenaKu.IDGus Ahad sapaan Wakil Ketua Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Abdul Hadi Wijaya menyebutkan bahwa pemahaman mengenai Permendikbudristek No. 30 dan RUU TPKS harus diperluas, mengingat sama halnya pada saat pengesahan Peraturan Menteri dan RUU tersebut tidak berbeda dengan saat pengesahan RUU Cipta Kerja dan itu merupakan suatu pembodohan agar masyarakat tidak tahu apa isi Permen dan RUU tersebut.

Demikian diungkapkannya saat menerima audiensi dari Aliansi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Pengurus Wilayah (PW) Jawa Barat Ruang Komisi V DPRD Provinsi Jawa Barat, Kamis (25/11/21) Jalan Diponegoro No. 27, Kota Bandung.

Sebelumnya, Aliansi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Pengurus Wilayah (PW) Jawa Barat juga menggelar aksi demonstrasi untuk menolak Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) yang telah ditandatangani Menteri Nadiem Makarim pada 31 Agustus 2021 lalu.

Aliansi KAMMI Jabar juga mendesak agar Badan Legislatif (Baleg) DPR RI untuk tidak mengesahkan Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) yang direncanakan bakal segera disahkan oleh DPR RI.

“Pemahaman harus diperluas, karena bangsa Indonesia ini masih kurang minatnya untuk membaca. Ini ada semacam bentuk sistematis pembodohan untuk melarang masyarakat untuk tahu. Ini menjadi modus, seperti RUU Cipta kerja omnibuslaw yang ketika rapat pengesahan banyak konstitusi yang dilarang untuk berbicara atau intrupsi,” kata Gus Ahad.

Menurut Gus Ahad, kondisi politik saat ini di Indonesia bisa dibilang tidak berimbang terutama yang berada di pusat dibandingkan tingkat provinsi, kabupaten/kota sehingga keputusan dari pusat harus diterima.

“Saya rasakan pertarungan ideologis lewat kondisi politik yang tidak berimbang terjadi di tingkat nasional, di provinsi, kabupaten kota lebih cair,” ucapnya.

Gus Ahad Sampaikan ke Pusat

Pihaknya juga sebelumnya sempat menerima audiensi dari beberapa organisasi Islam mengenai penolakan Permen PPKS dan RUU TPKS, dan dirinya sepakat untuk menolak RUU tersebut dan peraturan itu harus dicabut.

“Yang terjadi adalah, ketika masing-masing berbicara dan masing-masing setuju dan Permen ini harus dicabut,” tegasnya.

Gus Ahad berjanji akan menyampaikan tuntutan dari Aliansi KAMMI ini kepada pimpinan DPRD Provinsi Jawa Barat untuk menjadi masukan dan disampaikan ke pusat atau pihak terkait mengenai Permen dan RUU TPKS tersebut.

“Nanti oleh staf kami dibuat sesuai prosedur dibuat kontennya untuk disampaikan. Saya akan melaporkan kepada pimpinan DPRD, dan pimpinan DPRD wajib melaporkan kepada pusat,” ucapnya

“Ini menjadi suara yang menjadi wakil kalian semua, maka saya akan merekomendasikan kepada pimpinan untuk menyampaikannya ke instansi terkait mengenai tuntutan kalian semua,” tutup Gus Ahad.

Sementara itu, Ketua Umum PW KAMMI Jabar, Ahmad Jundi menyebut, Permendikbudristek No. 30 ini menjadi polemik karena penggunaan frasa yang masih ambigu dan menimbulkan multitafsir seperti kalimat “tanpa persetujuan korban” yang ada dalam peraturan tersebut.

“Penggunaan frasa “tanpa persetujuan korban” menjadi ambiguitas dan menimbulkan multitafsir,” ujar Jundi.

Menurutnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke VII di Jakarta pun menolak akan Permendikbudristek No. 30 tersebut karena bertentang dengan syariat Islam dan UUD 45.

“Ketentuan-ketentuan yang didasarkan pada frase “tanpa persetujuan korban” dalam Permendikbudristek bertentangan dengan nilai syariat, Pancasila, UUD 45, perundang-undangan lainnya, dan nilai budaya Indonesia. Sehingga Permendikbudristek ini harus dicabut,” tegas Jundi.

“Hal ini menjadi suatu ancaman kebangsaan di mana pandangan umat beragama diabaikan dan dikebelakangkan dibandingkan aspirasi kebebasan seksual,” pungkasnya.

**