Tutup
PenaRagam

GENPPARI – GETAHPALU Kembangkan Wisata Agroponik Untuk Tingkatkan Ketahanan Pangan Nasional

×

GENPPARI – GETAHPALU Kembangkan Wisata Agroponik Untuk Tingkatkan Ketahanan Pangan Nasional

Sebarkan artikel ini
IMG 20200112 WA0030
IMG 20200112 WA0030

Bandung, GENPPARI sebagai tempat bernaungnya seluruh para pegiat ragam wisata nusantara atau pecinta pariwisata Indonesia, terus menanamkan kiprah nyata dalam memajukan pariwisata Indonesia. Tidak terpaku oleh sesuatu yang baku dan sudah ada, tetapi terus melakukan terobosan nyata dengan ide – ide kreatif untuk meumbuhkembangkan ragam wisata dalam rangka memperluas pangsa pasar wisata, baik wisatawan dalam negeri maupun wisatawan luar negeri.

Di pagi hari yang indah kota Bandung, Sabtu (11/1) Ketua Umum Pegiat Ragam Wisata Nusantara (PRAWITA) atau lebih dikenal dengan sebutan Gerakan Nasional Pecinta Pariwisata Indonesia (GENPPARI) Dede Farhan Aulawi menjelaskan bahwa GENPPARI terus bersinergi dengan banyak komunitas yang sejalan dalam pengembangan pariwisata Indonesia. Setelah minggu lalu bersinergi dengan “Spirit An Nahl” dalam pengembangan wisata Berburu Lebah dan beternak Lebah, sekarang bersinergi dengan Gerakan Ketahanan Pangan Keluarga (GETAHPALU) dalam pengembangan wisata Agroponik dalam membangun ketahanan pangan keluarga Indonesia, yang pada akhirnya akan membantu meningkatkan ketahanan pangan nasional, mewujudkan kedaulatan pangan, dan juga langkah antisipatif jika terjadi krisis pangan global.

Selanjutnya Dede juga menjelaskan bahwa membangun ketahanan pangan tidak kalah pentingnya dengan membangun ketahanan negara yang lainnya, seperti ketahanan energi, ketahahan mental ideologi, dan sebagainya. Karena sebagus apapun pembangunan fisik, kalau warganya kelaparan maka bisa menimbulkan kerusakan dan bahkan kehancuran. Apalagi konsumsi warga terhadap pangan, khususnya beras termasuk pengkonsumsi beras tertinggi di dunia. Artinya ketergantungan masyarakat pada beras sangat tinggi. Sementara lahan pertanian atau persawahan juga semakin menyempit, karena dipakai untuk lahan jalan, pembngunan pabrik dan perumahan. Oleh karena itu bagaimana memikirkan ketahanan pangan dalam skala kecil seperti dalam rumah tangga merupakan sesuatu yang sangat penting. Untuk merealisasikan impian tersebut, GETAHPALU sudah melakukan berbagai penelitian pangan dalam pengembangan bidang pertanian khususnya padi. Ujar Dede.

“ Melalui Inovasi Pertanian Padi Organik dengan Sistim Agroponik yang diinisiasi oleh GETAHPALU tersebut, akhirnya impian ini setahap demi setahap bisa terwujud. Oleh karena itu, kita yakin bahwa apa yang dilakukan di atas bisa bermanfaat untuk kemaslahatan bangsa dan negara “, tegas Dede.

Pertanian Sistim Agroponik tidak tergantung musim (kemarau atau hujan), sehingga tidak mengenal istilah gagal panen karena kekeringan atau kebanjiran. Di samping itu, konsep inipun tidak meninggalkan kearifan lokal dari para petani konvensional dengan menanam tanaman ferugisia yaitu tanaman bunga pengalih hama.

Satu hal lagi yang perlu diketahui adalah, bahwa Agroponik bukanlah Hidroponik, walaupun ada kemiripan tapi keduanya memiliki karakter yang sangat berbeda. Agroponik bersifat sangat alamiah/organik karena sifatnya non kimia. Sementara Hidroponik pupuknya berupa nutrisi hasil rekayasa manusia atau tidak alami. Pertanian Sistim Agroponik menitik beratkan lebih kepada tanaman padi, karena beras merupakan makanan pokok, sementara sayuran daun dan sayuran buah sifatnya menjadi tanaman pendamping.

“ Pertanian Organik Sistim Agroponik, yaitu pertanian yang sehat dan ramah lingkungan yang dikondisikan secara alamiah dengan mengkombinasikan keseimbangan alam atas prinsip simbiosis mutualis antara tanaman padi dan ikan dengan memanfaatkan kinerja mikroba yang mengubah kotoran ikan menjadi pupuk bagi tanaman. Dan sebagai imbalannya, tanaman memberi oksigen, air yang bersih, serta flankton yang dibutuhkan oleh ikan dan begitu seterusnya secara sirkulasi, sehingga tercipta sebuah ekosistem yang seimbang. Semua proses ini bekerja secara alamiah tanpa terkontaminasi oleh rekayasa manusia. Jadi konsep ini bisa didesain untuk wujudkan model wisata kaum milenial, dimana model bercocok tanam tidak harus kotor-kotoran masuk ke dalam lumpur. Bahkan kita bisa wujudkan hamparan sawah di atas awan “, sambung Dede mengakhiri keterangan.

( Red )