Ekonomi

Gawat Darurat Kuliner Singapura: Ribuan Bisnis F&B Legendaris Terpaksa Tutup

×

Gawat Darurat Kuliner Singapura: Ribuan Bisnis F&B Legendaris Terpaksa Tutup

Sebarkan artikel ini
Gawat Darurat Kuliner Singapura: Ribuan Bisnis F&B Legendaris Terpaksa Tutup
Gawat Darurat Kuliner Singapura: Ribuan Bisnis F&B Legendaris Terpaksa Tutup/(pixabay)

PenaKu.ID – Singapura, yang dikenal sebagai pusat ekonomi mapan, kini menghadapi krisis serius di sektor bisnis kuliner (F&B). Lebih dari 3.000 bisnis F&B dilaporkan tutup sepanjang tahun lalu, menjadikannya angka penutupan tertinggi dalam hampir dua dekade.

Fenomena ini setara dengan rata-rata 250 restoran gulung tikar setiap bulannya, termasuk tempat makan legendaris seperti restoran Kanton berusia 86 tahun, Ka-Soh. Pemilik generasi ketiga Ka-Soh, Cedric Tang, mengungkapkan rasa ‘kalah’ karena tidak mampu bertahan di tengah tekanan. Ka-Soh terpaksa tutup pada 28 September, menyusul banyak restoran lain termasuk dua yang masuk dalam Michelin Guide Singapura.

Krisis ini menunjukkan adanya masalah struktural dan ekonomi yang mendalam, bukan hanya kegagalan bisnis individual. Mantan pemilik restoran, Chua Ee Chien, bahkan menyatakan bahwa “yang paling ‘sehat’ pun tidak dapat bertahan hidup saat ini.”

Jeratan Biaya Sewa dan Tekanan Pasar Properti di Singapura

Salah satu pemicu utama penutupan massal ini adalah lonjakan biaya sewa properti. Menurut Singapore Tenants United for Fairness (SGTUFF), mayoritas penyewa melaporkan kenaikan sewa antara 20% hingga 49%. Kenaikan ini didorong oleh minat investor lokal dan asing terhadap properti ruko, yang meningkatkan ekspektasi imbal hasil sewa.

Selain sewa, pemilik properti juga menghadapi kenaikan biaya konstruksi (sekitar 30%) dan biaya pemeliharaan (minimal 10%). Biaya sewa yang melambung tinggi, ditambah kenaikan biaya operasional lainnya, membuat model bisnis restoran tradisional, terutama yang ingin mempertahankan harga terjangkau, menjadi tidak berkelanjutan.

Perubahan Perilaku Konsumen dan Krisis Tenaga Kerja di Singapura

Faktor lain yang memperparah situasi adalah perubahan perilaku konsumen dan krisis tenaga kerja. Indeks Jasa Makanan dan Minuman menunjukkan bahwa katering dan gerai makanan cepat saji mengalami peningkatan penjualan, sementara omzet restoran menurun tajam (restoran: 5,6%; kafe/pusat jajanan: 0,1%).

Konsumen mengurangi pengeluaran dan semakin mengandalkan media sosial (59% Gen Z) untuk menemukan tempat makan baru. Selain itu, biaya tenaga kerja juga melonjak, di mana restoran besar menawarkan gaji lebih tinggi untuk staf yang makin langka. Meskipun hampir 3.800 bisnis baru dibuka tahun lalu, jaringan restoran besar justru menyingkirkan gerai independen kecil, memperparah masalah kelebihan pasokan di pasar F&B.**