PenaKu.ID – Dalam dinamika bisnis utang piutang, peran debt collector atau jasa penagihan semakin vital untuk menjaga kesehatan sistem keuangan.
Konsumen yang tidak bertanggung jawab dalam membayar pinjaman online (pinjol) dan peer-to-peer lending (P2P) kerap menjadi tantangan tersendiri.
Untuk mengatasi hal tersebut, Aturan baru OJK telah menetapkan sejumlah aturan dan etika yang harus dipatuhi oleh para penyelenggara dan debt collector.
Aturan baru OJK ini merupakan bagian dari peta jalan Lembaga Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPPBBTI) guna memastikan proses penagihan yang adil, transparan, dan tidak merugikan nasabah.
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan dan Lembaga Keuangan Mikro, Agusman, menegaskan bahwa setiap penyelenggara wajib menjelaskan prosedur pengembalian dana kepada debitur.
Hal ini penting agar konsumen mendapatkan pemahaman yang jelas dan tidak terjadi kesalahpahaman terkait proses penagihan.
Selain itu, penyelenggara harus bertanggung jawab penuh atas seluruh proses penagihan, termasuk penggunaan jasa pihak ketiga.
Aturan ini sejalan dengan amanat Undang-Undang No. 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Perbankan (UU PPSK) yang mengatur sanksi tegas bagi pelaku usaha sektor keuangan yang melakukan penagihan dengan cara tidak semestinya.
Ketentuan dan Etika Penagihan di Aturan Baru OJK
OJK telah mengatur bahwa penagihan harus dilakukan dengan memperhatikan etika profesional, tanpa adanya ancaman atau intimidasi.
Misalnya, penyelenggara dilarang menggunakan unsur SARA serta tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabat debitur.
Selain itu, kontak darurat yang diberikan oleh nasabah tidak boleh disalahgunakan untuk melakukan penagihan.
Prosedur ini dirancang agar penagihan tetap berada dalam batas kewajaran dan menghormati privasi serta hak-hak nasabah.
Aturan Baru OJK hingga Pinjol untuk Perlindungan
Selain etika penagihan, terdapat pula kebijakan penurunan bunga dan biaya denda keterlambatan yang lebih ramah konsumen.
Mulai 2024, bunga pinjol dibatasi antara 0,1% hingga 0,3% per hari untuk pinjaman konsumtif, serta denda keterlambatan diatur secara proporsional.
Aturan ini ditujukan agar debitur tidak terjebak dalam lingkaran utang yang sulit untuk diselesaikan.
Penerapan batas maksimal peminjaman di tiga platform juga menjadi upaya untuk menghindari praktik gali lubang tutup lubang yang sering terjadi di kalangan konsumen.
Dengan adanya aturan yang ketat dan pengawasan OJK, peran debt collector diharapkan dapat berjalan profesional dan memberikan dampak positif bagi stabilitas keuangan nasional.
Langkah ini tidak hanya melindungi hak konsumen, tetapi juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sistem keuangan digital.
Ikuti dan Update Berita dari PenaKu.ID di Google News
**