PenaKu.ID – Aktivis perempuan asal Nusa Tenggara Barat (NTB), Yuni Bourhany, mendesak Presiden Prabowo Subianto melalui Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia untuk meninjau ulang kebijakan relaksasi ekspor konsentrat tambang yang diberikan kepada PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT).
Dalam wawancara bersama media, Sabtu (25/10/2025), Aktivis NTB Yuni menilai kebijakan tersebut menunjukkan ketimpangan antara janji pembangunan nasional dan realitas di lapangan.
“Kapan masyarakat benar-benar merasakan manfaat nyata dari keberadaan tambang? Sampai hari ini yang diuntungkan besar hanyalah korporasi, sementara warga sekitar tambang masih hidup dengan keterbatasan,” tegas Aktivis NTB tersebut.
Aktivis NTB Yuni Soroti 4 Dampak Negatif Kebijakan Ekspor
Aktivis NTB ini menilai, pemberian izin ekspor konsentrat tambang kepada PT AMNT menimbulkan efek domino negatif terhadap kemandirian ekonomi dan industri nasional. Ia memaparkan empat kerugian nyata yang muncul akibat kebijakan tersebut:
Pendapatan negara menurun drastis.
Dengan ekspor langsung, potensi penerimaan negara dari royalti dan pajak produk olahan menjadi hilang.
Nilai tambah nasional lenyap.
Indonesia kembali terjebak sebagai pengekspor bahan mentah bernilai rendah, sementara negara lain menikmati keuntungan besar dari pengolahan.
Usaha lokal terpukul.
Pelaku usaha kecil dan menengah di sekitar tambang kehilangan peluang karena rantai pasok industri domestik melemah.
Ketergantungan pada bahan mentah meningkat.
Saat harga global turun, perekonomian nasional ikut terguncang — situasi yang berpotensi mengganggu stabilitas jangka panjang.
UU Minerba Dilanggar, Hilirisasi Terancam
Menurut Yuni, kebijakan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (UU Minerba). Dalam Pasal 103 disebutkan, setiap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib mengolah dan memurnikan hasil tambang di dalam negeri sebagai bentuk komitmen terhadap hilirisasi sumber daya nasional.
“Jika PT AMNT terus diizinkan mengekspor konsentrat tanpa pengolahan di dalam negeri, itu artinya pemerintah gagal menegakkan komitmen kemandirian energi dan industri,” ujarnya menegaskan.
Pemerintah Berlindung di Balik Force Majeure
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menjelaskan bahwa izin ekspor konsentrat diberikan karena adanya kondisi force majeure usai kebakaran di fasilitas smelter tembaga milik PT AMNT di NTB.
“Aturan memperbolehkan ekspor sementara bagi perusahaan yang telah membangun smelter namun terhambat karena keadaan kahar,” kata Bahlil di Jakarta, dikutip dari Antara, Jumat (24/10/2025).
Namun, Yuni Bourhany menilai alasan tersebut tidak bisa terus digunakan sebagai pembenaran. Ia menilai kebijakan relaksasi berulang justru memperlihatkan ketidakmampuan pemerintah menegakkan hilirisasi serta mengabaikan hak masyarakat lokal.
“Negara harus berani berpihak pada rakyat, bukan terus memberi karpet merah bagi korporasi,” pungkas Yuni.**












