Tutup
PenaSosial

Usai Bentrok Dunia Persilatan, Warga Kembali Normal

×

Usai Bentrok Dunia Persilatan, Warga Kembali Normal

Sebarkan artikel ini
Usai Bentrok Dunia Persilatan, Warga Kembali Normal
salah satu warung makan yang terdampak bentrok

PenaKu.ID – Aktivitas warga Kota Madiun, Jawa Timur, khususnya yang bermukim di wilayah bentrok pendekar silat, sepanjang Jl. Gajah Mada, kembali normal. Warga sipil, pedagang, pelajar, mahasiswa, PNS dan karyawan swasta lain nampak nyaman beraktivitas, Senin (16/1/2023).

Tidak terlihat adanya aparat keamanan, TNI, Polri maupun personel kebencanaan, yang standby di sudut-sudut jalan pasca bentrok, Minggu dini hari (15/1/2023) itu. Terpantau, sekali-kali melintas Patroli Satpol PP, kepolisian dan TNI-AD menggunakan mobil dinas maupun sepeda motor.

Selain itu, juga nampak warga masyarakat setempat yang melakukan ‘pengamanan mandiri’, dengan duduk mengelompok tiga empat orang sambil ngobrol dan ngopi di depan rumah.

Sementara, salah satu korban, Mbak Sutar, pemilik Rumah Makan Padang, juga sudah mulai membuka usaha kulinernya. Saat terjadi huru-hara, kaca etalase milik korban hancur tersambar lemparan batu.

“Saat kejadian saya tidak berada di depot. Sudah pulang ke rumah di Tawangrejo. Keesokan harinya, saat akan membuka depot, saya baru tahu kaca etalase saya hancur,” jelas Mbak Sutar kepada jurnalis, Senin (16/1/2023).

Dituturkannya, atas kerugian yang dia tanggung, pihak Pemerintah Kota Madiun telah bertanggung jawab. Korban mendapat ganti kerugian berupa uang tunai sebesar Rp. 200.000, yang diserahkan melalui pengurus RT setempat.

Menurut Mbak Sutar, selama tiga tahun pihaknya mengontrak rumah untuk usaha kuliner itu, baru sekali pihaknya mengalami kekacauan massa di lokasi tersebut.

“Peristiwa persisnya saya tidak tahu. Tapi menurut cerita warga, di depan depot saya ini penuh massa. Suasananya riuh sekali,” ucapnya.

Warga lain (pria) di lokasi kejadian yang minta namanya dirahasiakan mengatakan, sebelum terjadi bentrokan, Sabtu (14/1/2023) sekira pukul 24.00, dia melihat sekelompok pendekar yang diindikasikan asal Perguruan Pencak Silat Persaudaraan Setia Hati Winongo (PSHW) melintas di depan rumahnya.

Dilanjutkannya, mereka dalam jumlah banyak mengenakan seragam kebesarannya, serba hitam, bersabuk kuning dan bersepeda motor. Mereka melintas di Jl. Gajah Mada dari arah Selatan ke Utara, yang diduga akan menuju padepokannya.

“Ingat saya, mereka ramai sambil memainkan gas sepeda motornya. Sehingga terdengar bising memekak telinga. Selain itu juga mengumbar kata-kata kotor,” aku sumber itu.

Kemudian, sambungnya, sekira satu setengah jam berikutnya, Minggu dini hari (15/1/2023), muncul massa pendekar PSHW dalam jumlah lebih besar. Mereka berjalan kaki dengan kombinasi naik sepeda motor, melintas dari arah Utara ke Selatan.

Warga Mencoba Menghadang

Saat itulah, katanya, banyak warga setempat mulai keluar rumah dan melakukan penghadangan. Karena tertutup, massa pendekar PSHW kembali bergerak ke Utara. Namun, di ujung Utara pun dilakukan penghadangan oleh warga, sehingga suasana chaos dan terjadi huru-hara.

“Jumlahnya sangat banyak, Mas. Ratusan orang. Mencekam gitu. Baru mereda setelah datang Tentara dari 501 itu,” ujarnya.

Secara geografis tergambarkan, Jl. Gajah Mada itu membentang dari arah Selatan ke Utara sepanjang kurang lebih 500 meter. Separoh ruas jalan itu terpisahkan oleh jembatan anak Sungai Madiun, menjadi sisi Utara dan Selatan.

Sisi Utara jembatan menjadi basis para pendekar silat dari Perguruan Silat Persaudaraan Setia Hati Winongo (PSHW), yang organisasinya lahir pada Tahun 1903. Dan secara administratif masuk wilayah kelurahan Winongo, Kecamatan Manguharjo.

Sementara, sisi Selatan jembatan diasumsikan masyarakat sebagai basis para pendekar silat dari Perguruan Silat Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), yang berdiri Tahun 1922. Wilayah administratifnya masuk Kelurahan Manguharjo, Kecamatan Manguharjo.

Kedua pendekar dari perguruan silat yang berbeda itu, memiliki seragam kebesaran yang hampir sama, yakni serba hitam.

Yang mencolok untuk membedakan keduanya, terletak pada panji kebesaran dan sabuk pendekar. Jika pendekar PSHW mengenakan panji dan sabuk pendekar berwarna kuning, sedangkan PSHT mengusung panji dan sabuk pendekar berwarna putih.

Diberitakan sebelumnya, dunia persilatan Kota Madiun dirundung kepedihan. Lantaran terjadi pertikaian diantara pendekar berbeda perguruan silat, pada Minggu dini hari (15/1/2023).

Atas peristiwa tersebut, seorang pendekar dilaporkan terluka di kepala akibat sabetan benda tajam. Beberapa rumah, tempat pertemuan dan Rumah Makan Padang, turut rusak akibat lemparan bebatuan.

Selain itu, dua unit kendaraan roda empat juga dilaporkan mengalami kerusakan.

Meski begitu, ‘Pasukan Langit’ dari Batalyon infanteri Para Raider 501/ Bajra Yudha dini hari itu juga langsung meredam pertikaian massal tersebut.

Hingga saat ini situasi di areal kejadian dalam keadaan kondusif. (fin)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *