Oleh: Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun
Semoga Anda sekalian berada dalam kondisi sehat.
PenaKu.ID – Sehat menjadi sangat penting saat ini ketika kita mendengar, membaca bahwa terjadi lonjakan penderita COVID-19 setelah masa libur Idulfitri, Mei 2021.
Pertengahan Juni ini rata-rata nasional kembali menembus angka 10.000 per hari. Khusus Jakarta rata-rata mencapai 5.000 penderita baru. Total nasional sampai Minggu, menembus angka 2.000.000 penderita COVID-19. Begitu cepat akselerasinya.
Ya, pada bulan Mei penderita di tingkat nasional hanya 5.000an per hari.
Tetapi, karena, diduga ada jutaan orang yang melanggar aturan dilarang mudik dengan drastis angkanya menanjak tajam. Silaturahmi menjadi bencana.
Saya bisa membayangkan betapa orang-orang yang bertemu sanak saudara di kampung halaman asyik bercengkerama tanpa peduli pada protokol kesehatan yang ada. Ngobrol tanpa jaga jarak. Tidak pakai masker. Apalagi fasilitas cuci tangan belum tentu ada. Disinfektan belum tentu pula tersedia.
Coba kalau ada sekian puluh ribu keluarga melakukannya?
Begitu pula yang terjadi di pusat-pusat kegiatan hiburan, di mana semua berkumpul lagi-lagi tidak peduli pada kesehatan umum atau kesehatan bersama. Sebagaimana kita sempat saksikan di banyak pantai di Yogya, Jawa Tengah, Jawa Barat.
Yang lebih parah juga adalah tidak ada kesadaran untuk melakukan tes rapid atau swab antigen untuk mengetahui apakah seseorang dalam kondisi terkena virus atau tidak. Baik ketika berada di kampung halaman ataupun ketika kembali ke tempat bekerjanya.
Mereka yang bekerja sebagai asisten rumah tangga, rata-rata dites oleh tuan rumah saat balik dari kampung halaman agar tidak menularkan atau dapat dirawat apabila terkena virus corona. Semestinya mereka sudah dites karena tanpa surat akan dicegat di stasiun atau jalan yang dijaga ketat petugas.
Tetapi kita tahu semua, banyak supir travel yang menyediakan surat bebas COVID-19 tanpa tes, saat konsumen membeli tiket. Pemalsuan. Bahkan terjadi di banyak laboratorium yang belum terakreditasi. Bahkan, ada lembaga yang memberi surat bebas COVID-19 tanpa tes, dengan mencatut nama dokter atau poliklinik tertentu.
Jadi, sama sekali tidak ada kesadaran bahwa penularan COVID-19 adalah masalah besar, yang tidak boleh dianggap enteng. Serius saja, tidak mudah, apalagi sambil main-main. Kasihan juga pemerintah pusat yang sudah mengeluarkan ratusan trilyun dalam setahun lebih bencana ini, kalah karena ditipu oleh orang yang mencari keuntungan instan.
Eksta Waspada dan Ketat Diri
Pasti ada orang yang Anda kenal, teman atau kolega, atau saudara meninggal dunia dalam sebulan terakhir. Kalau itu yang terjadi maka Anda akan ekstra waspada. Ya Covid menjadi sangat nyata. Begitu pula bila ada tetangga wafat karena Corona.
Tetapi kalau tidak, biasanya belum ada keterkaitan emosional, belum merasa perlu untuk siaga, berhati-hati menjaga diri dari corona.
Padahal, kondisi sekarang lebih parah dengan munculnya berbagai varian baru yang lebih maju dari virus dalam bentuk pertamanya.
Di Indonesia sudah masuk Varian Inggris, Varian Afrika Selatan, Varian India, karena adanya aktivitas perjalanan entah orang sendiri ataupun orang asing yang datang.
Varian Inggris mempercepat penularan, varian afsel memperparah penyakit orang yang ditulari, sementara varian India membuat penderita mempercepat parahnya sakit dann meninggal dunia.
Beberapa kementerian dan lembaga sudah mengurangi aktivitas, ada yang tinggal 25 persen dari karyawan, ada yang kurang dari itu. DKI Jakarta sudah melakukan pembatasan kegiatan menjadi maksimal pukul 21.00. Sekolah tatap muka ditunda. Tetapi aktivitas perjalanan di angkutan umum seperti kereta listrik masih “normal”, stasiun masih padat, pasar berdesak-desakan.
Apa boleh buat. Jaga dirilah. Kalaupun orang cuek, mari kita waspada.
Taat protokol kesehatan. Selain jaga jarak, pakai masker, cuci tangan, juga jauhi kerumunan, dan jangan makan bersama untuk sementara.
Semoga Tuhan yang Maha Perkasa melindungi kita semua. Amiinn…..
Ciputat 20 Juni 2020
**Source: mimbarakyat/siberindo