PenaKu.ID – warga petani di Kecamatan Sindangresmi Kabupaten Pandeglang, menggelar unjuk rasa menyatakan sikap kekecewaan terhadap para elit pemangku kebijakan pertanian mulai dari Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), para Petugas Penyuluh Lapangan (PPL) hingga kepada jajaran birokrasi Dinas Pertanian.
Dilihat dari aksinya di lapangan, Kamis (3/9/2020), warga yang mayoritas petani itu melakukan manifesto politik tani dengan menyegel Kantor UPT Pertanian Kecamatan Sindangresmi.
Dalam tuntutan aksinya, petani meminta penegak hukum dapat mengusut tuntas dugaan penyalahgunaan bantuan alat- alat pertanian, penyalahgunaan bantuan benih, dan meminta penegak hukum mengadili seluruh mafia pertanian di tubuh BPP dan Gapoktan, bahkan petani Sindangresmi juga minta agar Gapoktan dan seluruh kelompok tani se Kecamatan Sindangresmi dibubarkan.
Tidak hanya itu pendemo pun menyampaikan pandangan politik kekuasan dalam pemerintahan, terlebih menghadapi Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Pandeglang, dimana dalam orasinya para petani menghimbau agar warga petani untuk tidak memilih kepada Calon Bupati yang tidak pro petani melainkan pro terhadap elite tani yang dikatakan pendemo bermental tirani penghisap hak- hak para petani.
Kepada banten.indonesiasatu.id aktivis pergerakan pertanian dan juga warga Sindangresmi, Rijal Saefullah di sela aksinya mengatakan, Kecamatan Sindangresmi merupakan salah satu area yang menjadi lumbung padi dan lumbung jagung Kabupaten Pandeglang dan bahkan Provinsi Banten.
Bahkan kata Rijal, tidak sedikit Pemerintah Pusat, Propinsi, Kabupaten menyalurkan bantuan kepada petani melalui program pertanian semisal, bantuan alat-alat pertanian, benih, pupuk, dan festisida/insektisida serta program lainnya.
Program itu telah berjalan cukup lama, namun hingga hari ini, program-program tersebut tidak sampai ke tangan petani sindangresmi mengapa ?, Karena ungkap Rijal, pihaknya menduga kalau program-program tersebut sudah menjelma menjadi tambang emas yang cukup menjanjikan bagi para elite petani.
“Dugaan adanya permainan antara oknum dinas pertanian dan kaum elite tani begitu kental terasa. Bantuan alat pertanian hampir 100% dijadikan komoditas jual beli. Padahal alat-alat tani tersebut merupakan barang hibah,” terangnya
Masih kata aktivis,”ini saya pihaknya terkadang menyesalkan terhadap program yang datang ke petani tidak tepat waktu dan sasaran seperti, dalam pengadaan benih, realisasi program ini selalu dilaksanakan pada saat musim ngoyos (Menyiangi lahan dari rerumputan atau pasca tandur (setelah ditanam).
Alhasil kata Rijal, benih bantuan pun tak bisa ditanam. Selain itu kegagalan program secara kuantitas, bantuan benih yang sampai ke petani pun tak lebih dari 50% dari total yang seharusnya diterima.
“Hal ini terjadi karena adanya dugaan pemotongan oleh para elite di level elite tani (upt dan gapoktan),” cetusnya seraya mengatakan, yang paling miris kata Rijal, gurita kekuasaan elite tani, sudah sampai pada penguasaan stempel kelompok dan buku rekening kelompok tani.
Melihat realita dominasi elite tani yang begitu menggurita tersebut sehingga muncul sikap pesimisme terhadap sindangresmi, untuk mampu menjadi daerah yang berkontribusi pada ketahanan pangan.
Terlebih lagi jelas Rijal, selama ini program berbasis ketahanan pangan di sindangresmi selalu mengedepankan “Asal Ibu Senang”. Ini tercermin dari pelaporan keberhasilan panen, kedelai, padi atau jagung yang faktanya hanya klaim sepihak dari para elite penghisap darah petani.
“Berawal dari permasalahan tersebut, maka hari ini kami bersama petani Sindangresmi melakukan manifesto politik mengungkap fakta yang sebenarnya, betapa sulitnya nasib yang dialami petani,” pungkasnya.
(Ks/Hrzl)
Kontributor