PenaKu.ID – Di balik lanskap mistis Pulau Jawa, terdapat sebuah konsep spiritual kuno yang jarang diketahui orang banyak, yaitu Sanghyang Asta Dewa. Asta Dewa secara harfiah berarti “Delapan Dewa,” yang merujuk pada delapan entitas dewa atau penguasa gaib yang dipercaya menjaga delapan penjuru mata angin di tanah Jawa.
Konsep ini mirip dengan Lokapala dalam ajaran Hindu, namun telah berakulturasi dengan kepercayaan lokal Jawa.
Kedelapan dewa ini bukanlah dewa utama seperti Batara Guru, melainkan penguasa elemen dan wilayah spesifik. Mereka adalah Batara Indra (Timur), Batara Agni (Tenggara), Batara Yama (Selatan), Batara Nirá¹›ti (Barat Daya), Batara Baruna (Barat), Batara Bayu (Barat Laut), Batara Kubera (Utara), dan Batara Soma (Timur Laut).
Masing-masing memiliki tugas untuk menjaga keseimbangan energi di wilayahnya dan mencegah kekuatan negatif masuk ke pusat tanah Jawa.
Sanghyang Asta Dewa Penjaga Keseimbangan Kosmik Tanah Jawa
Kehadiran Sanghyang Asta Dewa berfungsi sebagai pilar-pilar spiritual yang menopang Pulau Jawa. Mereka tidak hanya menjaga dari serangan gaib, tetapi juga menjaga keseimbangan alam. Misalnya,
Batara Bayu di barat laut mengendalikan angin, sementara Batara Baruna di barat mengatur lautan. Ketika terjadi bencana alam seperti badai atau tsunami, sebagian masyarakat percaya itu terjadi karena keseimbangan salah satu penjuru sedang terganggu atau sang dewa penjaga sedang murka akibat ulah manusia yang merusak alam.
Ritual dan Penghormatan Sanghyang Asta Dewa di Masa Lalu
Pada masa kerajaan-kerajaan kuno, para raja dan pendeta agung sering melakukan ritual khusus yang ditujukan kepada Asta Dewa. Ritual ini bertujuan untuk memohon perlindungan bagi kerajaan, kesuburan tanah, dan keselamatan rakyat dari segala penjuru.
Tata letak ibu kota kerajaan, penempatan candi, hingga arah bangunan penting sering kali disesuaikan dengan delapan penjuru mata angin ini untuk menghormati para Sanghyang Asta Dewa.
Meskipun kini jarang terdengar, jejak konsep ini masih bisa ditemukan dalam arsitektur keraton dan beberapa tradisi spiritual Kejawen.**