PenaKu.ID – Pulau Kalimantan, dengan hutan hujannya yang lebat dan misterius, menyimpan banyak sekali legenda kuno yang jarang terungkap. Salah satu yang paling menarik adalah mitos tentang Sanghyang Burung.
Sosok ini dipercaya oleh masyarakat adat Dayak sebagai entitas dewa atau roh agung yang berwujud burung raksasa, sering kali diidentikkan dengan Burung Enggang (Hornbill) yang sakral. Ia dianggap sebagai penguasa langit dan pelindung seluruh isi hutan.
Kehadiran Sanghyang Burung tidak dilihat sebagai sosok fisik, melainkan manifestasi spiritual yang menjaga keseimbangan alam. Ia adalah utusan dari alam atas yang membawa pesan kebijaksanaan, peringatan akan bencana, atau restu bagi para pejuang.
Suara dan kemunculan Burung Enggang di waktu-waktu tertentu sering dianggap sebagai pertanda langsung dari Sanghyang Burung kepada masyarakat.
Sanghyang Burung jadi Simbol Kekuatan dan Keseimbangan Alam
Dalam kepercayaan masyarakat Dayak, Sanghyang Burung adalah simbol dualisme kehidupan: langit dan bumi. Paruh besarnya melambangkan kekuatan untuk melindungi, sementara kepakan sayapnya yang lebar dianggap mampu menaungi seluruh hutan dari mara bahaya.
Ia tidak hanya penjaga fisik, tetapi juga penjaga tatanan spiritual. Masyarakat percaya bahwa merusak hutan atau membunuh satwa sakral sama saja dengan menentang Sanghyang Burung, yang dapat berakibat pada kutukan atau bencana alam bagi pelakunya.
Peran dalam Ritual Adat Sanghyang Burung
Figur Sanghyang Burung memegang peranan sentral dalam berbagai ritual adat Dayak, mulai dari upacara panen, ritual penyembuhan, hingga upacara kematian. Bulu Burung Enggang sering digunakan sebagai hiasan kepala para tetua adat atau panglima perang, bukan sekadar sebagai hiasan, melainkan sebagai simbol koneksi spiritual kepada Sanghyang Burung.
Mereka memohon kekuatan, perlindungan, dan bimbingan dari sang dewa langit agar ritual yang dijalankan mendapatkan restu dan membawa kebaikan bagi seluruh komunitas.**