PenaKu.ID – Andai saja Ken Arok lebih bersabar, mungkin kepahitan tak akan menimpa keluarganya hingga tujuh turunan. Kutukan Empu Gandring bukan main-main. Keris buatannya yang magis menjadi penyebab tragedi berdarah.
Keris sakti itu terus menagih nyawa. Bersatu dengan ego tuannya, keris Empu Gandring memorak-porandakan generasi awal Kerajaan Singasari.
“Kita harus lebih sabar, jangan serakah, jangan sombong, jangan bermuka dua, dan jangan suka menipu seperti Ken Arok,” ujar siswa SMAN 4 Bandung, Adhyastyo Naufal Sabtohadi, saat ditemui di sekolah usai tampil dalam Pergelaran Drama Tari kelas XI, Rabu (30/4/2025).
Ia memerankan tokoh Ken Arok dalam drama tari berjudul Keris Sakti Empu Gandring.
Adhyastyo mengungkapkan bahwa persiapan untuk pementasan ini memakan waktu tiga hingga empat bulan. Ia sempat merasa gugup sebelum tampil.
“Awalnya tegang, tapi saat sudah mulai tampil, semua kami jalani, dan akhirnya kami bisa menyelesaikannya dengan baik,” tutur siswa kelas XI-1 tersebut.
Bagi Adhyastyo, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) kali ini menjadi pengalaman yang sangat berharga. Ia dan teman-temannya berkesempatan bekerja sama menampilkan sebuah pertunjukan drama sebagai bagian dari proses pembelajaran.
Selain sejarah Keris Empu Gandring, ada tujuh pertunjukan lainnya yang ditampilkan para siswa. Tema yang diangkat beragam, mulai dari biografi tokoh nasional seperti B.J. Habibie, Agra Yuda Dipati Ukur, Hasyim Asy’ari, hingga rekam sejarah seperti Kadet 1947, Perang Belasting, perjuangan hak pilih perempuan di Britania, dan sejarah kuno Kerajaan Romawi.
Drama Empu Gandring Asah Kreativitas dan Kolaborasi
Pelaksana Tugas Kepala SMAN 4 Bandung, Sucipta, menjelaskan bahwa tema P5 kali ini adalah gaya hidup berkelanjutan dan rekayasa teknologi. Aspek rekayasa teknologi dalam pementasan ini mencakup pembuatan video trailer, poster digital, penataan artistik panggung, hingga siaran langsung melalui media sosial.
“Sementara dalam gaya hidup berkelanjutan, properti yang digunakan merupakan barang-barang hasil daur ulang. Kami mengajak siswa untuk menggali pembelajaran abad ke-21,” jelasnya.
Melalui kegiatan ini, lanjutnya, para siswa belajar berkolaborasi, berpikir kreatif dan kritis, menganalisis, berkomunikasi, dan berempati.
“Sungguh menyenangkan melihat siswa saling berbagi pendapat, menerima kritik, menghargai kekurangan, membentuk karakter, menuangkan ide, dan saling membantu. Banyak nilai moral yang dapat dipetik,” tambahnya.
Pementasan ini juga menjadi wadah bagi siswa yang memiliki minat dan bakat di luar ranah akademik.
“Bahkan ada orang tua yang terkejut melihat anaknya tampil di panggung karena selama ini tidak menyangka anaknya memiliki minat di bidang seni. Kegiatan ini menjadi sarana yang memfasilitasi potensi siswa,” ujarnya.
Sucipta meyakini bahwa setiap siswa memiliki keunikan dan kompetensi yang berbeda-beda. Oleh karena itu, sekolah perlu memberikan ruang untuk menggali potensi tersebut.
“Ke depan, kami akan terus mengedepankan pembelajaran berbasis proyek yang mampu menghasilkan solusi atas permasalahan, baik di masyarakat, sekolah, maupun di rumah,” pungkasnya. **