Tutup
Peristiwa

Pesta Seks Sesama Jenis di Kuningan: Tersangka, Barang Bukti, dan Kontroversi Hukum di Polda Metro Jaya

×

Pesta Seks Sesama Jenis di Kuningan: Tersangka, Barang Bukti, dan Kontroversi Hukum di Polda Metro Jaya

Sebarkan artikel ini
Pesta Seks Sesama Jenis di Kuningan: Tersangka, Barang Bukti, dan Kontroversi Hukum di Polda Metro Jaya
Pesta Seks Sesama Jenis di Kuningan: Tersangka, Barang Bukti, dan Kontroversi Hukum di Polda Metro Jaya/(pixabay)

PenaKu.ID – Pada Sabtu, 1 Februari 2025, sekitar pukul 21.00 WIB, suasana malam di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan tiba-tiba berubah tegang ketika Subdit Renakta Ditreskrimum Polda Metro Jaya melakukan operasi penggerebekan di sebuah hotel.

Operasi ini menimpa sebuah pesta seks sesama jenis yang diselenggarakan secara tertutup, di mana sebanyak 56 pria diamankan sebagai peserta, dan tiga di antaranya segera ditetapkan sebagai tersangka.

Kasus ini kembali memunculkan perdebatan hangat mengenai penerapan hukum terkait aktivitas privat, serta batasan antara pelanggaran hukum dan hak privasi individu.

Operasi polisi yang dilakukan di lokasi tersebut membongkar sebuah acara yang, meskipun dilakukan tanpa biaya partisipasi, dinilai melanggar sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2008 tentang Pornografi dan/atau Pasal 296 KUHP.

Ketiga tersangka yang terlibat – RH alias R, RE alias E, dan BP alias D – memiliki peran yang berbeda. RH alias R dan RE alias E dituduh bertanggung jawab dalam pembiayaan sewa kamar hotel, sedangkan BP alias D berperan aktif dalam merekrut peserta dengan menghubungi sekitar 20 orang secara individual.

Kronologi Operasi dan Barang Bukti yang Ditemukan Pesta Seks Sesama Jenis

Selama penggerebekan, petugas menemukan bukti-bukti penting yang berkaitan dengan acara tersebut.

Di antaranya, alat kontrasepsi, obat anti-HIV, serta sabun yang digunakan di lokasi pesta menjadi barang bukti utama.

Selain itu, keunikan dari acara ini terletak pada penggunaan stiker glow in the dark sebagai identitas peserta, di mana peserta yang berperan sebagai “perempuan” ditempelkan stiker di bahu, sedangkan peserta yang berperan sebagai “laki-laki” tidak.

Pengaturan pencahayaan di ruangan pun sengaja dimatikan untuk menonjolkan efek stiker tersebut, menambah dimensi visual yang menarik sekaligus kontroversial.

Tanggapan Masyarakat dan Potensi Dampak Hukum Kepada Pesta Seks Sesama Jenis

Kasus ini kembali mengingatkan publik pada peristiwa serupa yang terjadi pada 29 Agustus 2020, di mana polisi juga melakukan penggerebekan pesta seks sesama jenis di sebuah apartemen di kawasan Kuningan.

Tindakan ini menimbulkan reaksi beragam dari masyarakat dan aktivis HAM. Sebagian pihak menganggap operasi polisi tersebut sudah melewati batas, karena dianggap melanggar privasi dan hak asasi manusia.

Mereka menilai bahwa tindakan tersebut diskriminatif, sementara aparat berwenang berargumen bahwa operasi tersebut dilakukan untuk menegakkan hukum serta mencegah penyebaran praktik yang dianggap melanggar norma.

Pihak kepolisian menyatakan akan mendalami kasus ini guna mengungkap sejauh mana kegiatan serupa berlangsung di berbagai lokasi dan frekuensinya.

Hingga kini, proses hukum terhadap para tersangka berjalan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp7,5 miliar.

Dengan kasus yang semakin kompleks, publik menantikan transparansi dan kejelasan dalam penegakan hukum agar setiap individu mendapat perlakuan yang adil.

Ikuti dan Update Berita dari PenaKu.ID di Google News

**