Tutup
PenaRagam

7 Fakta Hukum Diduga Langgar Pembongkaran Puncak Bogor

×

7 Fakta Hukum Diduga Langgar Pembongkaran Puncak Bogor

Sebarkan artikel ini
7 Fakta Hukum Diduga Langgar Pembongkaran Puncak Bogor
7 Fakta Hukum Diduga Langgar Pembongkaran Puncak Bogor

PenaKu.ID – Diduga terdapat tujuh (7) fakta hukum yang dilanggar dalam Pembongkaran Kawasan Puncak Cisarua Bogor, yang membuat para pedagang di Puncak Bogor tidak terima dengan penertiban tersebut dan melaporkan beberapa orang termasuk pejabat di Pemerintahan Kabupaten Bogor.

Dalam penertiban Puncak Bogor pada tanggal 26 Agustus 2024 yang lalu, Pemerintahan Kabupaten Bogor melaksanakan penertiban terhadap bangunan liar di sepanjang jalan Cisarua.

Pj. Bupati Bogor Asmawa Tosepu berserta jajaran baik dari tingkat kepolisian, TNI dan Satpol PP ikut dalam penertiban tersebut. Situasi pun saat itu berakhir ricuh karena banyak para pedagang tidak terima akan penertiban dan pembongkaran Puncak Bogor tersebut dengan alasan penghijauan.

Akibatnya, banyak dari para pedagang Puncak Bogor tidak terima dan melaporkan Pemkab Bogor dan salah satu Kasatpol PP Kabupaten Bogor yang diduga melanggar hukum.

Salah satu kuasa hukum P3B, Medi Suhandra, S,H menjelaskan bahwa terdapat beberapa fakta hukum yang dilanggar.

“Terdapat tujuh fakta hukum yang dilanggar pada penertiban kawasan Puncak Bogor kemarin,” ucap Medi Suhandra saat dikonfirmasi PenaKu.ID melalui pesan WhatsApp, Sabtu (14/9/2024).

Pejabat Dilaporkan Akibat Penertiban Puncak Bogor

Medi menjelaskan singkat, bahwa terdapat dua pejabat yang dilaporkan oleh para pedagang Puncak Bogor.

“Kita melaporkan juga dua pejabat di Pemerintahan Kabupaten Bogor, Pj. Bupati Bogor dan Kasatpol PP Kabupaten Bogor,” ujarnya.

Berikut beberapa dugaan pelanggaran yang dilabrak dalam Pembongkaran Kawasan Puncak Cisarua Kabupaten Bogor:

  1. Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia No. 16 tahun 2023 tentang Standar Operasional Prosedur Satuan.
  2. Bahwa pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 menyatakan dan pejabat pemerintahan berpotensi memiliki konflik kepentingan dilarang menetapkan atau melakukan keputusan dan tindak, ayat (2) dalam hal pejabat pemerintahan memiliki konflik kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka keputusan atau tindakan dilakukan oleh atasan pejabat atau pejabat lainnya ketentuan peraturan perundang-undangan, ayat (3) atasan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas presiden bagi menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah, menteri/pimpinan lembaga bagi pejabat dilingkungannya, kepala daerah bagi pejabat daerah dan atasan langsung dari pejabat pemerintahan.
  3. Bahwa didalam pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 berisi badan atau pejabat pemerintahan dikategorikan melampaui wewenang sebagaimana dimaksud didalam pasal 17 ayat 2 huru a apabila keputusan dan tindakan yang dilakukan; a. Melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang; b. Melampaui batas wilayah berlakunya wewenang; c. Bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
  4. Bahwa didalam pasal 18 ayat (2) badan atau pejabat pemerintahan dikategorikan mencampur adukan wewenang. Sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (2) huruf a apabila keputusan dan atau tindakan yang dilakukan: a. Tanpa dasar kewenangan; b. Bertentangan dengan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.
  5. Bahwa di dalam pasal 21 ayat (1) pengadilan berwenang menerima, memeriksa dan memutuskan ada atau tidak unsur penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan.
  6. Bahwa didalam pasal 24 Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 pejabat yang menggunakan diskresi harus memenuhi syarat, di antaranya harus tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan, harus sesuai dengan AUPBN, berdasarkan alasan-alasan yang objektif, tidak menimbulkan konflik kepentingan dan dilakukan dengan cara dan itikad yang baik serta tidak melanggar hak asasi manusia.
  7. Bahwa pasal 42 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 menyatakan dan pejabat pemerintahan berpotensi memiliki konflik kepentingan dilarang menetapkan atau melakukan keputusan dan tindakan, ayat (2) dalam hal pejabat pemerintahan memiliki konflik kepentingan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) maka keputusan atau tindakan dilakukan oleh atasan pejabat atau pejabat lainnya ketentuan peraturan perundang-undangan, ayat (3) atasan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas presiden bagi menteri/pimpinan lembaga dan kepala daerah, menteri/pimpinan lembaga bagi pejabat dilingkungannya, kepala daerah bagi pejabat daerah dan atasan.

***